Archive for Maret, 2010

KINERJA PEGAWAI

Maret 29, 2010

Kinerja Pegawai

Pengertian Kinerja Pegawai

Pada dasarnya seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya diharapkan untuk menunjukkan suatu performance yang terbaik yang bisa ditunjukkan oleh pegawai tersebut, selain itu performance yang ditunjukan oleh seorang pegawai tentu saja dipengaruhi oleh berbagai fakor yang penting artinya bagi peningkatan hasil kerja yang menjadi tujuan dari organisasi atau instansi dimana pegawai tersebut bekerja.

Performance atau kinerja ini perlu diukur oleh pimpinan agar dapat diketahui sampai sejauhmana perkembangan kinerja dari seorang pegawai pada khususnya dan organisasi pada umumnya.

Pengertian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan” (2004:67), yang menyatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

Pengertian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh Prawirosentono dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan (1999:2), yang menyatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Pendapat lain mengenai definisi kinerja yang diberikan oleh Veithzal Rivai (2005:15), sebagai berikut:

Kinerja pegawai adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai baik perserorangan maupun kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.

Pengukuran Kinerja Pegawai

Ada beberapa pengukuran kinerja pegawai menurut Gomes (2003 : 134)  adalah sebagai berikut :

Indikator-indikator kinerja pegawai, sebagai berikut :

  1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
  2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
  3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
  4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
  5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).
  6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
  7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
  8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

Sedangkan menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti (2001:51), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:

  1. Prom Quality of  Work (Kualitas Kerja)
  2. Promptness (Ketepatan Waktu)
  3. Initiative (Inisiatif)
  4. Capability (Kemampuan)
  5. Communication (Komunikasi)

Kalau ukuran pencapaian kinerja sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam mengukur kinerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat oleh periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan tingkat kinerja dari seorang pegawai.

Secara ringkasnya dapatlah dikatakan bahwa pengukuran tentang kinerja pegawai tergantung kepada jenis pekerjaanya dan tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:16-17) adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakanmodal utama individu manusia untu mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

  1. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan pada Perusahaan

Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan antar perusahaan akan semakin tinggi dan salah satu kunci sukses untuk memenangkan persaingan adalah kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, perusahaan akan dituntut untuk dapat lebih selektif dalam memilih SDM yang mampu menunjukkan kinerja yang baik.

Menurut  Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan:

“Kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”.

Dari penjelasan tersebut berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif.

Betapa pentingnya kinerja bagi perusahaan sehingga pengembangan karyawan berbasis kompetensi merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi merupakan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja.

Pengolahan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian karyawan atau peningkatan kompetensi memberikan kesempatan pada karyawan untuk dapat menikatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju apabila kompetensi diberikan secara tepat dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki oleh karyawan diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja meningkat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan maka hal ini akan mempertimbangkan adanya kecenderungan semangat kerja yang tinggi dan juga meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan.

Jadi jelaslah bahwa kompetensi, dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara keduanya. Disatu pihak kompentensi dapat meningkatkan kinerja. Sehingga pengembangan kompetensi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Faustino Cardoso Gomes (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.

Kesipahada, 2009. Manajemen Berbasis Kompetensi. http://psikologiindustri-kesipahada.blogspot.com/2009/02/manajemen-sdm-berbasis-kompetensi.html

Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.

Robbin, (1994). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.

Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta.

Sybll K. Romley (2008). Competency Management. Spectrum.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Winardi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia, Grafiti, Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian No. 46 A Tahun 2003 tentang Kompetensi Pegawai.

KOMPETENSI

Maret 29, 2010

Kompetensi

Setiap organisasi, private atau public perlu membangun sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. SDM yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi dalam memasuki era globalisasi dan menghadapi lingkungan usaha serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat.

Peran SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu, nilai-nilai (values) baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.

Pengertian Kompetensi

Organisasi di masa depan akan dibentuk di sekeliling manusia. Maka lebih sedikit penekanan pada tugas-tugas sebagai satuan untuk membangun organisasi. Hal ini berarti akan dipusatkan pada kompetensi manusia. Jika manusia digunakan sebagai pembangunan organisasi, maka apa yang mereka bawa ke pekerjaan yaitu kompetensi menjadi sangat penting.

Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang diberikan oleh jenis-jenis organisasi baru, diperlukan  bentuk manajemen sumber daya manusia yang lebih terpadu, yang didasarkan pada pengertian yang jelas mengenai kompetensi yang diperlukan agar peran ( dibandingkan dari pekerjaan atau tugas ) manajemen yang demikian memerlukan gambaran yang lebih tajam tentang kekuatan dan kelemahan yang sesungguhnya dari orang-orang dibanding dengan latar belakang pengertian-pengertian ini:

Menurut Alain Mitrani yang diterjemahkan oleh Dadi Pakar (1995 :21), Kompetensi adalah:

“sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil”.

Menurut Alain D. Mitrani, Spencer and Spencer yang dialih bahasakan oleh Surya Dharma ( 2005: 109 ) mengemukakan kompetensi yaitu :

(An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situantion). Artinya kurang lebih sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya.

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A Tahun 2003. (2004:47) tentang pengertian Kompetensi adalah :

“kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas  jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya profesional, efektif dan efisien”.

Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underying characteristic” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti  kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya mem-prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian keperibadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif.

Ketidak sesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas dan kompetensi intimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning), penilaian kerja (performance apprsial) dan pengembangan (development).

Sedangkan menurut M. Lyle Spencer and M. Signe Spencer, Mitrani et, al yang dikutip oleh Syaiful F. Prihadi (2004: 92-94) terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu :

1. “Motives”, adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan.

2. “Traits“, adalah karakteristik fisik dan respons-respons konsisten terhadap situasi atau informasi.

3. “Self – Concept”, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

4. ”Knowledge”, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kopetensi yang kompleks.

5. ”Skill”, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental.

Sedangkan Menurut (Spencer and Spencer ) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:111) :

Self-concept (Konsep diri), trait (watak/sifat) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deepre) dan berbeda pada titik sentral keperibadian seseorang.

Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (Skill Competencies) cenderung lebih nyata ( visible ) dan relatip berbeda di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.

Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat (seperti terlihat dalam gambar 2.2) yang menunjukan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang kemudian memprakirakan kinerja kompetensi mencakup niat, tindakan dan hasil akhir. Misalnya, motivasi untuk berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari pada ukuran baku yang berlaku dan untuk mencapai hasil yang maksimal, menunjukan kemungkinan adanya perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggung jawab atas hasil akhir dan pengambilan resiko yang diperhitungkan.

Perilaku
Karakteristik pribadi

Niat  Hasil Akhir

Prestasi Kerja

Ketrampilan

a.  Motif

b. Perangai                                     Keterampilan

c.  Konsep

d. Pengetahuan

Contoh: Dorongan Prestasi

Produk

Layanan

Dan Proses Baru

Dorongan

Prestasi

Melakukannya dengan lebih baik

a.kompetensi dengan ukuran baku keunggulan

b. prestasi unik

Pengambilan resiko

penuh

Inovasi
Peningkatan yang berkesinam-bungan
Penentuan tujuan, Tanggung jawab pribadi, Pemanfaatan

Umpan balik,

Mutu

Produktivitas Penjualan

Pendapatan

GAMBAR 2.2

Metode Alir Sebab-Akibat Kemampuan

Sumber : Spencer and Spencer, yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma 2003, F.Syaiful Prihadi (2004:96).

Menurut (Spencer and Spencer) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:112-113) pada alur model seperti gambar diatas maka:

Karakteristik pribadi yang mencakup perangai, konsep dan pengetahuan memprediksi tindakan-tindakan perilaku keterampilan, yang pada gilirannya akan memprediksi prestasi kerja. Selanjurnya jika kita lihat arah pada gambar tersebut bahwa bagi organisasi yang tidak memilih, mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk karyawannya, jangan harap terjadi perbaikan dan produktivitas, profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.

2.1.1.2 Kategori Kompetensi

Menurut Spencer and Spencer yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma (2003:113) bahwa : “kompetensi dapat dibagi 2 (dua) kategori yaitu (threshold) dan (differentiating) menurut kriteria yang digunakan memprediksi kinerja suatu pekerjaan”.

Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan “Differentiating competencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.

Adapun menurut Sybll K. Romley (2008) berkaitan dengan kompetensi mengatakan:

Most authorities recognize that competencies generally fall into two categories—hard measures and soft measures.

Hard measures are more clearly definable and straightforward—they are the makeorbreak requirements for being able to do a job. They are usually listed in job descriptions as requirements or desired qualifications—academic achievement, professional certifications and licenses, years of experience, technical knowledge, et cetera. Speaking a language, typing 50 words per minute and holding a master’s degree are examples.

Soft measures are the more subtle behaviors revealed in certain circumstances that often make the difference between success and failure—attitude, leadership, communication, cultural fit, interpersonal effectiveness, et cetera. They are the reason why someone with the right academic qualifications might not succeed in a position.

They are often deeply ingrained in a company’s culture and provide a way of measuring what happens when individuals operate in the real world, where “the rubber meets the road.” Properly established soft measures provide the foundation for a company’s performance management program.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditejemahkan sebagai berikut:

Kebanyakan pengarang mengakui bahwa kompetensi umumnya terbagi dalam dua kategori hard (keras) dan soft (halus). Tindakan keras lebih jelas didefinisikan dan lurus ke depan, mereka adalah membuat atau melanggar persyaratan untuk mampu melakukan pekerjaan. Mereka biasanya tercantum dalam uraian tugas sebagai persyaratan atau kualifikasi yang diinginkan prestasi akademik, sertifikasi dan lisensi professional, tahun pengalaman, pengetahuan teknis, dan sebagainya. Berbicara bahasa, mengetik 50 kata per menit dan program magister adalah contoh.

Tindakan halus, langkah-langkah perilaku yang lebih halus dinyatakan dalam keadaan tertentu yang sering membuat perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan sikap, leadership, komunikasi, kecocokan/kebiasan dengan pekerjaan, keefektifan hubungan pegaawai dll. Mereka adalah alasan mengapa seseorang dengan kualifikasi akademik yang tepat mungkin tidak berhasil dalam posisi.

Sedangkan menurut Banowati Talim (2003) kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill. Hardskill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, softskill menunjukkan intuisi, kepekaan SDM; social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM,; mental skill menunjukkan ketahanan mental SDM. Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis kompetensi.

Tahapan dalam Peningkatan Kompetensi

Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) menurut Surya Dharma (2002:18) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi :

  1. Recognition; suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat berjalan dari pengalaman simulasi tersebut.
  2. Understanding; intruksi kasus termasuk modeling perilaku tentang apa itu kopetensi dan bagaimana penerapan kopetensi tersebut.
  3. Assesment; umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya hubungan antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal.
  4. Feedback; suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
  5. Job Application agar dapat menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata.

Beberapa Kompetensi yang dibutuhkan untuk Masa Depan

Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan kita hadapi. Dari pemikiran Mitrani, Palziel dan Fitt (Dharma, 2002:18) dapat diindentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer, dan karyawan.

  1. Tingkat Eksekutif. Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi tentang :
    1. Strategic thinking (pemikiran Stategis), adalah kompetensi untuk melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat  mendefinisikan “strategic response” secara optimal.
    2. Change leadership (kepemimpinan perubahan), aspek change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada pegawai.
    3. Relationship management ( manajemen hubungan), adalah kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan negara lain. Kerjasama dengan negra lain sangat dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi.
    4. Tingkat Manajer. Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi seperti :
      1. Fleksibilitas (keluwesan) adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial.
      2. Interpersonal understanding (saling pengertian antar pribadi) adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia.
      3. Empowering, aspek empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi informasi, penyampaian ide-ide oleh bawahan, mengembangkan pe-ngembangan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, mengatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
    5. Tingkat karyawan. Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti:
      1. Fleksibilitas/keluwesan adalah kemapuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang mengembirakan ketimbang sebagai ancaman.
      2. Kompetensi menggunakan dan mencari berita.
      3. Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu; kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.

Manfaat Kompetensi

Menurut Prihadi (2004:14-16) manfaat kompetensi adalah:

1. Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya maka ia dapat diprediksikan akan sukses.

2. Merekrut karyawan yang andal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kopentensi apa saja yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru

3. Dasar Penilaian dan Pengembangan karyawan Indentifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan training?, dengan coaching?. Ataukah perlu dimutasikan kebagian lain?.

  1. Dasar penentuan pelatihan
  2. Untuk penilaian kerja dan kompetensi.

Bagaimana Mengembangkan Sistem Kompetensi

Dengan merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah diungkapkan Spencer and Spencer (1994) atau mengacu pada The Competency Handbook, volume 1&2 (Boston: Linkage, 1994&1995), ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini :

  1. Indentifikasi pekerjaan atau posisi-posisi kunci yang akan dibuat kompetensi medelnya.
  2. Lakukan analisis lebih jauh mengenai proses kerja penting (misal cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab) pada posisi-posisi kunci tersebut.
  3. Lakukan survei mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan (required competencies) dengan bercermin pada star performer atau input.
  4. Dari semua masukan yang ada, buatlah daftar tentang jenis-jenis kompetensi apa saja yang diperlukan pada posisi tertentu.
  5. Uraian makna dari setiap kenis kompetensi yang telah dituliskan (hal ini untuk menyamakan persepsi mengenai suatu jenis kompetensi). Misalnya jika dilakukan kompetensi analisis data, sampai sejauh mana analisis data yang dimaksud.
  6. Tentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3(sedang), 4 (baik), 5(sangat baik) atau memakai skala B(Basic), I(Intermediate), A(Advence) atau E(Expert).
  7. Buatlah penjelasan dari suatu jenis kompetensi dalam skala yang telah dibuat. Misalnya : Kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi basic-­nya : maupun menulis memo dan surat; intermediate: mempu menulis laporan dengan analisis minimal; adveance: menulis laporan disetai analisis mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; expert: menuliskan laporan yang berisi pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit.

Uji kembali setiap daftar kompetensi yang telah dibuat, agar dapat diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Faustino Cardoso Gomes (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.

Kesipahada, 2009. Manajemen Berbasis Kompetensi. http://psikologiindustri-kesipahada.blogspot.com/2009/02/manajemen-sdm-berbasis-kompetensi.html

Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.

Robbin, (1994). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.

Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta.

Sybll K. Romley (2008). Competency Management. Spectrum.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Winardi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia, Grafiti, Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian No. 46 A Tahun 2003 tentang Kompetensi Pegawai.

Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Dalam Perpsektif Idealitas Domestik

Maret 26, 2010

Buku karangan Drs. H. Nandang Saefudin Zenju, M.Si., terdiri dari 7 Bab, berisi antara lain:

Bab I. Kerjasama, Modal Dasar Administrasi

Bab II. Obor Sejarah Administrasi Publik

Bab III. Urgensi Ilmu Administrasi Publik

Bab IV. Polemik Keberadaan Teori

Bab V. Organisasi, Memelihara Kehidupan

Bab VI. Manajemen dan Administrasi

Bab VII. Idealisme dan profesionalitas Membingkai Administrasi Publik.

gURU ku teladan bagi kami

Maret 25, 2010

Hari demi hari dilalui

Belajar dan belajar

Mengajar dan terus mengajar

Tak tampak rasa jenuh

Tak tampak rasa bosan

Semakin hari kian bertambah

Ilmu yang kau berikan.

Kesabaran, ketulusan dan keikhlasan

Dalam mengajar dan membimbing

Terpancar dalam senyuman dan keceriaan.

Guru ku, kau adalah teladan dan panutan bagi kami

Kami senang dan bangga, menjadi murid mu

Bahkan kau adalah teladan tak hanya bagi kami

Tapi bagi semua guru yang ada di wilayah kami.

Partisipasi/Peran serta Masyarakat dalam Mencerdaskan Masyarakat

Maret 22, 2010

Partisipasi / peran serta Pustakawan dalam Mencerdaskan Masyarakat

Oleh Hilman Firmansyah

I. Partisipasi

    Partisipasi adalah perihal turut berperasn serta dalam suatu kegiatan ; keikutsertaan; peran serta. Depdikbud (2002)

    Isatilah-istilah lain yang merupakan sinonim dari partisipasi adalah menurut Santoso Sastrosapoetro (1986) adalah keikutsertaa, keterlibatan dan partisipasi.

    Gordon W. Allport (1945) dalam Sastrosapoetro (1986), menyatakan “The person who participates is ego-involved instead of merely taks-involved”. (Bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja”) Dengan keterlibatan dirinya, berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya. Atau misalnya anda berpartisipasi/ ikut serta (dapat anda rasakan sendiri), maka anda melakukan kegiatan itu karena menurut pikiran anda perlu dan bahwa persaaan andapun menurut pikiran anda perlu dan bahwa perasaan andapun menyetujui/berkenan untuk melakukannya.

    Keit Davis dan John W. Nestrom (1995:179) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam sistuasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab pencapaian tujuan itu.

    Keterlibatan mental dan emosional. Pertama, dan barangkali yang paling utama, partisipasi berarti keterlibatan mental dan emosional ketimbang hanya berupa aktivitas fisik.

    Motivasi kontribusi. Gagasan kedua yang penting dalam partisipasi adalah bahwa ia memotivasi orang-orang untuk memberikan kontribusi. Mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya guna mencapai tujuan organisasi, sama sperti yang diprediksi
    Teori Y. Dengan demikian, partisipasi berbeda dari “kesepakatan”

    Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut:

    Partisipasi dapat didefenisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi /perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

    Di dalamnya terdapat tiga buah gagasan yang penting artinya bagi para manajer/pimpinan yang hendak menerapkan partisipasi dan kebanyakan dari mereka sependapat dengan tiga buah gagasan tersebut.

    Ada tiga buah unsur penting yang dimaksud Keith Davis dan memerlukan perhatian khusus adalah:

    1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
    2. Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok. Seseorang menjadi anggota kelompok dengan segala nilainya.
    3. Unsur ketiga adalah unsure tanggung jawab.

    Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari  rasa menjadi anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belongingness”.

    II. Pustakawan

      Pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan. (Depdikbud, 2002).

      Kemudian menurut kode etik Ikatan Pustakawan Indonesia dikatakan bahwa yang disebut pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan, sedangkan menurut kamus istilah perpustakaan karangan Lasa, H.S. Librarian – pustakawan, penyaji informasi adalah tenaga profesional dan fungsional di bidang perpustakaan, informasi maupun dokumentasi. Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah orang yang memiliki pendidikan perpustakaan atau ahli perpustakaan atau tenaga profesional di bidang perpustakaan dan bekerja di perpustakaan. Jadi pustakawan adalah seseorang yang profesional atau ahli dalam bidang perpustakaan. (Samuel Ramdan)

      III. Partisipasi Pustakawan Mencerdaskan Masyarakat

        Masyarakat menurut Djojodigoesno dalam Mansyur (tanpa tahun:21) mempunyai arti sempit dan luas. Arti sempit masyarakat ialah yang terdiri dari satu golongan saja, misalnya masyarakat India, Arab dan Cina. Arti luas masyarakat ialah kebulatan dari semua perhubungan yang mungkin dalam masyarakat, jadi meliputi semua golongan.

        Berdasarkan teori sebelumnya dapat dikatakan bahwa partisipasi pustakawan adalah sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi /perasaan pustakawan di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan usaha yang bersangkutan di sini adalah usaha pustakawan dalam berusaha mencerdaskan masyarakat.

        Partisipasi pustakawan dalam mencerdaskan masyarakat, sangat dibutuhkan, terutama oleh masyarakat penggunanya. Dengan kelengkapan informasi pengetahuan yang berada di sekitarnya, pustakawan merupakan jantungnya penebarluasan informasi. Tanpa pustakawan mustahil informasi yang ada di sekitarnya dapat sampai kepada penggunanya. Namun demikian, pustakawan yang bagaimana yang dapat mencerdaskan masyarakatnya, yaitu pustakawan yang memiliki kompetensi dan kemauan keras untuk senantaisa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap penggunanya. Berbagai permasalahan yang dibawa oleh anggota ketika berada di perpustakaan, pustakawan harus peka dan peduli, jangan sampai pustakawan hanya menjawab tau dan tidak tahu, tetapi pustakawan harus lebih dari itu, harus bisa merujuk dan menunjukkan kebutuhan informasi dari anggotanya. Apalagi dengan kehadiran teknologi informasi yang ada, menambah mudah pustakawan untuk bekerja turut mencerdaskan masyarakatnya.

        Pengetahuan pustakawan harus selalu diupdate agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya. Dengan semakin menambah pengetahuan pustakawan akan semakin tahu dan dapat merujuk atau memberikan arahan kepada pembaca di perpustakaan.

        Di samping kemanfaatan bagi para pembaca di perpustakaan, pustakawan juga harus peduli terhadap masyarakat sekitarnya, karena kemanfaatan perpustakaan harus juga dapat dinikmati oleh masyarakat sekitarnya, “library for all itulah” istilah yang saat ini sering kita dengar di kalangan pustakawan dan perpustakaan baik perpustakaan sekolah, umum maupun perpustakaan perguruan tinggi.

        Semoga dengan semakin perkembangan dan kemudahan informasi dan teknologi saat ini dapat meningkatkan pula partisipasi pustakawan terhadap masyarakat.

        DAFTAR PUSTAKA

        M. Cholil Mansyur. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa, Surabaya: Usaha Nasional.

        R.A. Santoso Sastropoetro, 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam pembangunan nasional. Bandung: Alumni.

        Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.

        Keith Davis, John W. Newstrom. Perilaku Dalam Organisasi, Jakarta: Erlangga.

        Samuel Randan. PUSTAKAWAN IDAMAN MASYARAKAT PENGGUNA PADA BADAN PERPUSTAKAAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

        Perpustakaan adalah surga ku

        Maret 20, 2010

        PERPUSTAKAAN ADALAH SURGA KU

        Surga merupakan dambaan setiap manusia. Untuk mencapai hal tersebut manusia dianjurkan untuk senantiasa berusaha, berusaha dan berusaha, dengan cara, upaya dan tempat menuju kebaikan, baik dunia maupun akherat. Surga adalah alam akherat yang membahagiakan roh manusia yang hendak tinggal di dalamnya (dalam keabadian) (Balai Pustaka, 2002).

        Dalam Az-zumar:9 dijelaskan bahwa …”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.  Sesungguhnya yang dapat menerima pelajaran adalah orang-orang yang berakal”.

        Perpustakaan merupakan tempat yang baik untuk menggapai semua itu. Banyak hal yang bisa diperoleh di perpustakaan untuk menuju tujuan akhir yang didambakan setiap manusia, karena di perpustakaan berkumpulnya berbagai ilmu, baik ilmu pengetahuan dunia maupun ilmu akherat yang tersusun dalam susunan, menurut Dewey dikelompokkan sebagai berikut: Karya umum, filsafat, agama, sosial, ilmu murni, ilmu aplikasi/teknologi, seni, sastra, sejarah dan geografi.

        Kelompok tersebut bila dijabarkan akan terdiri dari beribu-ribu bidang ilmu, misalnya kelompok sosial terdiri dari: sosiologi, kemasyarakata, politik, kenegaraan, ekonomi, hukum, pendidikan dll. Semua bidang ilmu ini bisa dipelajari di perpustakaan, akankah kita biarkan sumber daya informasi yang begitu penting ini kita biarkan begitu saja??.

        Perpustakaan di samping memberikan berbagai pengetahuan bagi pustakawan dan anggotanya, juga memberikan pengalaman dan pergaulan yang amat luas dan berguna. Di perpustakaan kita dapat menelusur ke berbagai belahan dunia, baik melalui membaca, maupun dengan kecanggihan teknologi internet. Perkembangan zaman dan peradaban dunia pun di perpustakaan tersedia, sehingga kita dapat mengetahui irama zaman yang kita lalui. Perpustakaan merupakan sumber informasi dan inspirasi yang sangat berguna, sekecil apa pun informasi bila kita bisa memberdayakannya akan senantiasa bermanfaat.

        Kemanfaatan perpustakaan tidak hanya terasakan sesaat saja, tidak mustahil hal ini akan menjadi kebermaknaan di akherat kelak. Keterbatasan usia manusia, menurut penelitian berkisar 60 tahun an, akan terasa panjang bila kita di usia kita memiliki makna. Hal ini terbukti bagi orang-orang yang berkarya dengan pengetahuan yang tersimpan di perpustakaan. Tidak sedikit pengarang buku yang ada di perpustakaan adalah orang-orang yang telah meninggal dunia, namun karena kebermaknaannya, karyanya  masih tetap hidup. Kalupun kita tidak bisa seperti para pengarang buku, kita bisa berupaya untuk turut menyebarluaskan pengetahuan yang dibutuhkan oleh para pembaca di perpustakaan. Kita bisa merujuk, menuntun para pembaca, dan bahkan kita bisa menjadi seorang konsultan yang bermanfaat bagi para pembaca. Hal ini akan menjadikan perpustakaan adalah surga ku.  Berjiwa tolongan menolong dan saling membantu akan tercipta di perpustakaan, bila kita memiliki niat dan ketulusan dalam memberikan layanan kepada para pembaca.

        Demikian pula yang dialami penulis, sejak 1989 bekerja di perpustakaan, mendapatkan banyak manfaat dan anugerah yang sangat besar, tidak hanya mendapatkan pengetahuan, secara materi pun penulis mendapatkan hal yang membanggakan, tidak hanya dari instansi tempat penulis bekerja, dari para pembaca yang merasa terbantu pun penulis mendapatkan cukup banyak, baik berbentuk makanan, pakaian bahkan tak sedikit yang memberikan uang bagi penulis, karena mereka merasa terbantu. Namun yang paling penting adalah kebersamaan dengan anggota terjalin harmonis, hampir setiap hari di ruang kerja selalu berdiskusi baik tentang tugas perkuliahan anggota, konsultasi pengajuan judul penelitian, sampai pengolahan data.

        Perpustakaan menjadi Surga, sarana mengarungi kehidupan, bahtera yang membawa dalam pencerahan dan kebahagiaan.

        Di usia ke-20 tahun berupaya melebarkan sayap layanan, tak hanya melayani civitas akademika Unpas saja, tetapi juga layanan via internet, interaktif melalui webblog perpusunpas.wordpress.com dan intanghina.wordpress.com. Pada awal kemunculannya hanya sebagai pembelajaran dalam membuat tulisan dengan harapan siapa tahu dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Semakin lama semakin bertambahlah artikel yang dibuat, kehausan kan mencari dan menyediakan informasi pun muncul, tak hanya yang ada kaitannya dengan bidang ilmu yang ada di civitas akademika Universitas Pasundan saja, tetapi bidang-bidang ilmu lain  berdasarkan keinginan pembaca di blog.

        Perpustakaan menjadi sebuah ladang untuk mencari ilmu, menyebarluaskan dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh, dan yang paling utama adalah untuk menjadi hidup lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang lain. Perpustakaan juga menjadi salah satu sarana menjalin kasing sayang antara orang tua dan anak, menambah persaudaraan dan menjalin silaturahmi.

        Kreativitas, inovatif selalu muncul bila berada di perpustakaan. Berbekal informasi yang dicari oleh pembaca, rasa ketidak tahuan, dan rasa keingintahuan pun akan menuntun untuk terus berkarya dan bermakna.

        Berdiskusi, dan saling tukar pikiran dengan para pembaca di perpustakaan menambah wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, namun semua itu tidak akan berhasil bila pustakawan tidak memiliki karakteristik sebagai berikut:

        1. Transformatif;

        2. Kreativitas;

        3. Inovatif;

        Transformatif artinya bahwa pustakawan harus dapat mengemas informasi sesuai dengan keinginan pembaca di perpustakaan. Kreativitas artinya bahwa pustakawan harus memiliki kreativitas dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik bagi pembaca. Inovatif artinya bahwa pustakawan dituntut berjiwa pembaharu dalam memberikan layanan kepada pembaca sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan informasi. Pustakawan akan senantiasa berupaya untuk memuaskan pembaca, baik melalui layanan secara fisik dengan datang langsung ke perpustakaan, maupun melalui perpustakaan digital, dan layanan teknologi internet, bagi yang telah memilikinya. Keingin untuk berbagi pengetahuan dan bertukar informasi akan terjalin di perpustakaan, antara pustakawan dan anggotanya. Berdasarkan pengamatan bertahun-tahun di perpustakaan, tidak sedikit anggota yang memiliki kemampuan dan kelebihan dalam belajar dan memahami teknologi informasi, saling berbagi dengan pustakawan. Hal ini akan menambah nilai plus bagi pustakawan dan anggotanya.

        Bila hal tersebut dimiliki oleh pustakawan, maka aroma surga akan terasakan di perpustakaan. Selamat menikmati surga nya Perpustakaan.

        Atribut produk terhadap keputusan pembelian

        Maret 5, 2010

        Aktivitas pemasaran dari suatu perusahaan merupakan usaha yang secara langsung dilakukan untuk mencapai, menginformasikan, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produk-produknya. Untuk maksud tersebut perusahaan pada umumnya melaksanakan suatu program pemasaran yang tertuang dalam bauran pemasaran.

        Bauran pemasaran menurut Buchari Alma (2004:205) terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Dari keempat faktor tersebut produk menduduki urutan yang terpenting dalam suatu bauran pemasaran. Karena suatu produk yang tidak sebaik produk saingan tidak akan berhasil bagaimanapun baiknya faktor penunjang lainnya. Untuk itu suatu perusahaan harus memperhatikan produk dengan faktor penunjang produk yang tercermin dalam atribut produk.

        Pengertian atribut produk menurut Fandy Tjiptono (1997:103) “Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dianggap penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.”

        Sedangkan unsur-unsur atribut produk menurut Fandy Tjiptono (1997:231) terdiri dari

        1. Merek
        2. Harga
        3. Desain
        4. Jaminan
        5. Kualitas
        6. Pelayanan produk

        Atribut yang dimiliki oleh suatu produk harus berbeda dengan produk lain agar konsumen dapat membedakan produk kita dengan produk pesaing. Unsur-unsur atribut produk tersebut harus mampu untuk menjadi suatu daya tarik  bagi konsumen dan merupakan suatu faktor yang dianggap penting oleh konsumen untuk membuat keputusan pembelian.

        Para pemasar harus memahami berbagai pengaruh terhadap pembelian dan pengembangan pemahaman bagaimana seseorang membuat suatu keputusan pembelian.

        Pengertian keputusan pembelian yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk yang dialih bahasakan oleh Zoelkifli Kasip (2004:493-507), adalah sebagai berikut

        Keputusan pembelian adalah seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih. Dengan kata lain pilihan alternative harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara melakukan pembelian atau tidak melakukan pembelian, orang tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan.

        Selanjutnya seorang konsumen akan melewati lima tahap dalam proses keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk yang dialih bahasakan oleh Zoelkifli Kasip (2004:493-507), sebagai berikut

        1. Pengenalan masalah

        Pengenalan masalah mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan  suatu masalah. Dikalangan konsumen, ada dua gaya pengenalan masalah/kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang             baru dapat menggerakan proses kebutuhan.

        1. Pencarian informasi

        Pencarian informasi dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi  yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini.

        1. Evaluasi alternatif

        Ketika menilai berbagai alternative potensial, para konsumen cenderung menggunakan dua macam informasi, (1) serangkaian merek yang diminati  dan (2) kriteria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap merek.

        1. Keputusan pembelian

        Ketika konsumen membeli suatu produk untuk pertama kalinya dengan jumlah yang sedikit, pembelian ini dianggap suatu percobaan. Jadi percobaan merupakan tahap keputusan pembelian yang bersifat penjajagan dimana konsumen akan menilai produk tersebut secara langsung, yang selanjutnya akan berlangsung ketahap pembelian ulangan, dan pembelian jangka panjang.

        1. Perilaku setelah pembelian

        Tingkat analisis setelah pembelian yang dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam memakai produk tersebut. Jika produk tersebut berfungsi sesuai dengan harapan, mereka mungkin akan membelinya lagi. Tetapi, jika kineja produk mengecewakan atau tidak memenuhi harapan, mereka akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai.

        Apabila konsumen merasa puas terhadap produk melalui atribut produk yang membentuknya maka konsumen akan setia terhadap produk, sehingga konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang sama.

        Keterkaitan antara atribut produk dengan keputusan pembelian yaitu menurut Sutisna (2003:6), Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu sebagai berikut :

        1. Konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen.
        2. Lingkungan yang mempengaruhi konsumen, maksudnya adalah pilihan-pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya.
        3. Stimuli pemasaran atau disebut juga dengan strategi pemasaran.

        Sesuai dengan penjabaran tersebut dapat dilihat bahwa pemilihan atribut yang tepat dalam suatu produk akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk.

        Dari penjelasan tersebut di atas dapat digambarkan paradigma penelitian sebagai berikut:

        Pengaruh Akuntansi Pemerintahan terhadap Pelaksanaan Pengawasan Belanja Pembangunan/Modal

        Maret 5, 2010

        Akuntansi keuangan (pemerintahan) daerah di Indonesia menurut Abdul Halim (2007:1) merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak Reformasi tahun 1998.

        Perkembangan reformasi terus berlanjut dengan diterbitkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempuranaan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 33 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU Nomor 25 Tahun 1999. Akibatnya, sebagai konsekuensi, peraturan perundangan di bawahnya juga harus disesuaikan.

        Sejalan dengan perubahan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka salah satu perubahan mendasar adalah disejajarkannya posisi eksekutif dan legislatif di daerah. Hal ini ternyata sangat penting guna kelancaran pengelolaan keuangan daerah secara menyeluruh. Bentuk kesejajaran ini adalah legislative tidak dapat begitu saja menjatuhkan posisi kepala daerah hanya karena pengelolaan APBD.

        Salah satu pergeseran pengelolaan APBD berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan  Daerah serta aturan-aturan penerusnya (penggantinya) adalah timbulnya perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintahan. Inti dari perubahan ini adalah tuntutan dilaksanakannya “akuntansi” dalam pengelolaan keuangan daerah oleh Pemda, baik provinsi maupun kabupaten/kota, bukan “pembukuan” seperti yang dilaksanakan selama ini.

        Pengertian akuntansi pemerintahan menurut Indra Bastian (2001:5) adalah sebagai berikut :

        “Akuntansi pemerintahan didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat”.

        Menurut Abdul Halim (2007:35) akuntansi pemerintahan mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

        1. 1. Pertanggungjawaban (accountability and stewardship). Tujuan pertanggungjawaban adalah memberikan informasi keuangan yang lengkap, cermat dalam bentuk dan waktu yang tepat, yang berguna bagi pihak yang bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit pemerintahan. Lebih lanjut, tujuan pertanggungjawaban ini mengharuskan tiap orang atau badan yang mengelola keuangan Negara memberikan pertanggungjawaban atau perhitungan.
        2. 2. Manajerial. Tujuan manajerial berarti bahwa akuntansi pemerintah harus menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan, dan penilaian kinerja pemerintah.
        3. 3. Pengawasan. Tujuan pengawasan memiliki arti bahwa akuntansi pemerintah harus memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara efektif dan efisien.

        Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, maka menurut penulis bila tujuan akuntansi ingin tercapai dengan baik, maka prinsip/karakteristik akuntansi pemerintah harus dapat dilaksanakan. Prinsip/karakteristik akuntansi pemerintah menurut menurut Mardiasmo dan Mohamad Gade (2002) adalah sebagai berikut:

        1. Memenuhi UUD, UU dan peraturan lainnya
        2. Dikaitkan dengan klasifikasi anggaran
        3. Harus diselenggarakan perkiraan-perkiraan
        4. Memudahkan pemeriksaan aparat
        5. Perkiraan harus dikembangkan secara efektif
        6. Harus dapat melayani kebutuhan dasar informasi keuangan

        Selanjutnya penulis memaparkan pengertian pengawasan dari beberapa ahli sebagai berikut.

        Revrisond Baswir (1998 :118) menjelaskan tentang pengawasan adalah sebagai berikut :

        “Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan itu dilakukan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan”.

        Berkaitan dengan akuntansi pemerintahan Mardiasmo (2002:1) mengatakan:

        “Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swasta”.

        Pengertian belanja pembangunan menurut Revrisond Baswir (2000:44) adalah :

        “Belanja pembangunan adalah belanja pemerintahan yang bersifat investasi dan ditujukkan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sebagai salah satu pelaku pembangunan”.

        Pengertian Belanja Daerah yang di dalamnya termasuk belanja modal/pembangunan menurut Peraturan Pemerintahan No.58 tahun 2005 adalah :

        Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih”.

        Adapun belanja modal/pembangunan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa belanja digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

        Belanja pembangunan disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan tuntutan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

        Sedangkan menurut Abdul Halim (2007:21) pengawasan belanja pembamngunan adalah:

        Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsure utama, yaitu ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, unsure kehematan dan efisiensi, dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah).

        Adapun prinsip-prinsip pengawasan belanja pembangunan ini dikemukakan oleh Revrisond Baswir (1998,122) adalah sebagai berikut:

        “a. Wetmatigheid, yaitu prinsip pengawasan yang menekankan pentingnya aspek kesesuaian antar praktek pelaksanaan APBN dengan ketentuan yang berlaku, adalah sebagai berikut :

        – Adanya realisasi anggaran berdasarkan standar anggaran belanja pembangunan

        –  Dilakukan pelaporan atas hasil realisasi anggaran secara berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku.

        – Adanya buktu-bukti yang berhubungan dengan pelaksanaan anggaran belanja pembangunan.

        b. Rechagtigheid, yaitu prinsip pengawasan yang menitik beratkan perhatiaany a pada segi legalitas praktek pelaksanaan APBN, caranya adalah menguji dasar hokum dari setiap aspek pelaksanaan APBN itu, adalah sebagai berikut:

        – Dilakukan untuk seluruh aktivitas yang menggunakan dana dari anggaran belanja pembangunan.

        – Adanya tata usaha dan penyusunan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan anggaran belanja pembangunan.

        – Adanya struktur organisasi yang jelas dan pemisahan fungsi dalam pelaksanaan belanja pembangunan.

        c. Doelmatigheid, yaitu prinsip pengawasan  yang menekankan pentingya penerapan faktor  tolak ukur dalam praktek pelaksanaan APBN, adalah sebagai berikut:

        – Adanya efisiensi dalam pelaksanaan belanja pembangunan.

        – Adanya efektifitas dalam pelaksanaan belanja pembangunan.

        – Adanya ekonomisasi dalam pelaksanaan belanja pembangunan”.

        Akuntansi pemerintahan pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

        Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah itu sendiri, pendapatan yang berasal dari pemerintah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan daerah dimaksudkan untuk membiayai belanja atau pengeluaran daerah, karena pembangunan dareah tidak terlaksana dengan baik apabila tidak didukung oleh biaya yang cukup. Oleh karena itu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pemerintah daerah dalam rangka memenuhi pemenuhan tagihan-tagihan dan melaksanakan keadilan sosial diperlukan pengeluaran-pengeluaran daerah di mana pengeluaran-pengeluaran daerah mempunyai kaitan terhadap kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang.

        Menurut Ardiles (2006) Akuntansi pemerintahan pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Adapun hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa “Jika akuntansi pemerintahan telah dilaksanakan dengan baik maka tercipta pengawasan belanja pembangunan pada Pemerintah Daerah Kota Bandung”.

        Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai akuntansi pemerintahan yang menitik beratkan pada pelaksanaan akuntansi pemerintah terhadap prinsip-prinsip pengawasan belanja pembangunan Pemerintah Daerah kota Bandung.

        Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

        Rakor Pengembangan Perpustakaan Daerah di Jawa Barat

        Maret 5, 2010

        Pada tanggal 23 s.d. 24 Pebruari 2010 telah diadakan Rapat Koordinasi Pengembangan Perpustakaan Daerah di Jawa Barat, Tahun Anggaran 2010, dengan tema “Sinergitas Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan di Jawa Barat Menuju Jawa Barat Mandiri, Dinamis dan Sejahtera” yang diselenggarakan oleh BAPUSIPDA Provinsi Jawa Barat bertempat di Hotel Lingga Jl. Soekarno Hatta No. 464 Bandung.

        Pada kesempatan tersebut Kepala UPT Perpustakaan Universitas Pasundan (Hilman firmansyah, SIP) ditugaskan oleh Universitas Pasundan dan mewakili Forum Perpustakaan Perguruan tinggi Jawa Barat bersama Ibu Iceu dari Perpustakaan ITB, Ibu Mieke dari Perpustakaan Widyatama, dan Ibu Yani Kepala Perpustakaan IT TELKOM.

        Issue strategis bidang perpustakaan dan kearsipan pada acara tersebut diantaranya:

        1. Perpustakaan untuk kita semua (Library for All); 2. Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap perpustakaan dan kearsipan; 3. rendahnya minat baca masyarakat dan budaya sadar arsip; 4. rendahnya daya beli masyarakat yang berimplikasi terhadap tidak terjangkaunya membeli bahan bacaan.; 5. Masyarakat mayoritas tersebar di pedesaan; 6. Kurangnya sarana belajar masyarakat; 7. Perpustakaan sebagai agen perubahaan; 8. Kearsipan sebagai identitas dan jati diri bangsa, memori acuan, dan bahan pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 9. Perpustakaan sebagai media pembelajaran masyarakat sepanjang hayat; 10. Era globalisasi dan arus informasi berkembang pesat; 11. Belum tersosialisasinya Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Undang-undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

        Mudah-mudahan dengan adanya kegiatan tersebut dapat memacu perpustakaan di Jawa Barat untuk lebih maju sehingga dapat mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera.

        Sistem Informasi Akuntansi

        Maret 5, 2010

        Sebelum memahami arti Sistem Informasi Akuntansi ada beberapa hal pokok yang sebaiknya dipahami terlebih dahulu. Organisasi menggantungkan diri pada sistem informasi untuk mempertahankan kemampuan berkompetisi. Informasi pada dasarnya adalah sumberdaya seperti halnya pabrik dan peralatan. Produktivitas, sebagai suatu hal yang penting agar tetap kompetitif, dapat ditingkatkan melalui sistem informasi yang lebih baik. Akuntansi, sebagai suatu sistem informasi, mengidentifikasikan, mengumpulkan, dan mengkomunikasikan informasi ekonomik mengenai suatu badan usaha kepada beragam orang. Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Sistem adalah kumpulan sumberdaya yang berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Bodnar (2000:1) Sistem informasi akuntansi (SIA) adalah kumpulan sumberdaya, seperti manusia dan peralatan, yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi. Informasi ini dikomunikasikan kepada beragam pengambil keputusan. SIA mewujudkan perubahan ini apakah secara manual atau terkomputerisasi. Istilah sistem informasi akuntansi meliputi beragam aktivitas yang berkaitan dengan siklus-siklus pemrosesan transaski perusahaan yang terdiri dari empat siklus aktivitas bisnis yang umum:

        1. siklus pendapatan.

        2. siklus pengeluaran.

        3. siklus produksi.

        4. siklus keuangan

        (selengkapnya baca Bodnar 2000, 6).

        Beberapa pengertian tentang SIA:

        Marshal B. Romney (2004,2-3), dalam bukunya Accounting Information Systems yang diterjemahkan oleh Dwi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, menyatakan:

        sistem adalah rangkaian dari dua atau lebih komponen-komponen yang saling berhubungan, yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem hampir selalu terdiri dari beberapa subsistem kecil, yang masing-masing melakukan fungsi khusus yang penting untuk dan mendukung bagi sistem yang lebih besar, tempat mereka berada. SIA terdiri dari lima komponen:

        1. orang-orang

        2. prosedur

        3. data

        4. software

        5. infrastruktur teknologi informasi

        (selengkapnya di Romney, 2004:3)