Kompetensi
Setiap organisasi, private atau public perlu membangun sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. SDM yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi dalam memasuki era globalisasi dan menghadapi lingkungan usaha serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat.
Peran SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu, nilai-nilai (values) baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.
Pengertian Kompetensi
Organisasi di masa depan akan dibentuk di sekeliling manusia. Maka lebih sedikit penekanan pada tugas-tugas sebagai satuan untuk membangun organisasi. Hal ini berarti akan dipusatkan pada kompetensi manusia. Jika manusia digunakan sebagai pembangunan organisasi, maka apa yang mereka bawa ke pekerjaan yaitu kompetensi menjadi sangat penting.
Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang diberikan oleh jenis-jenis organisasi baru, diperlukan bentuk manajemen sumber daya manusia yang lebih terpadu, yang didasarkan pada pengertian yang jelas mengenai kompetensi yang diperlukan agar peran ( dibandingkan dari pekerjaan atau tugas ) manajemen yang demikian memerlukan gambaran yang lebih tajam tentang kekuatan dan kelemahan yang sesungguhnya dari orang-orang dibanding dengan latar belakang pengertian-pengertian ini:
Menurut Alain Mitrani yang diterjemahkan oleh Dadi Pakar (1995 :21), Kompetensi adalah:
“sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil”.
Menurut Alain D. Mitrani, Spencer and Spencer yang dialih bahasakan oleh Surya Dharma ( 2005: 109 ) mengemukakan kompetensi yaitu :
(An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situantion). Artinya kurang lebih sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya.
Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A Tahun 2003. (2004:47) tentang pengertian Kompetensi adalah :
“kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya profesional, efektif dan efisien”.
Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underying characteristic” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya mem-prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian keperibadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif.
Ketidak sesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas dan kompetensi intimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning), penilaian kerja (performance apprsial) dan pengembangan (development).
Sedangkan menurut M. Lyle Spencer and M. Signe Spencer, Mitrani et, al yang dikutip oleh Syaiful F. Prihadi (2004: 92-94) terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu :
1. “Motives”, adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan.
2. “Traits“, adalah karakteristik fisik dan respons-respons konsisten terhadap situasi atau informasi.
3. “Self – Concept”, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.
4. ”Knowledge”, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kopetensi yang kompleks.
5. ”Skill”, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental.
Sedangkan Menurut (Spencer and Spencer ) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:111) :
Self-concept (Konsep diri), trait (watak/sifat) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deepre) dan berbeda pada titik sentral keperibadian seseorang.
Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (Skill Competencies) cenderung lebih nyata ( visible ) dan relatip berbeda di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.
Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat (seperti terlihat dalam gambar 2.2) yang menunjukan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang kemudian memprakirakan kinerja kompetensi mencakup niat, tindakan dan hasil akhir. Misalnya, motivasi untuk berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari pada ukuran baku yang berlaku dan untuk mencapai hasil yang maksimal, menunjukan kemungkinan adanya perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggung jawab atas hasil akhir dan pengambilan resiko yang diperhitungkan.
Niat Hasil Akhir
Ketrampilan
a. Motif
b. Perangai Keterampilan
c. Konsep
d. Pengetahuan
Contoh: Dorongan Prestasi
Produk
Layanan
Dan Proses Baru |
Melakukannya dengan lebih baik
a.kompetensi dengan ukuran baku keunggulan
b. prestasi unik |
Peningkatan yang berkesinam-bungan |
Penentuan tujuan, Tanggung jawab pribadi, Pemanfaatan
Umpan balik, |
Mutu
Produktivitas Penjualan
Pendapatan |
|
GAMBAR 2.2
Metode Alir Sebab-Akibat Kemampuan
Sumber : Spencer and Spencer, yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma 2003, F.Syaiful Prihadi (2004:96).
Menurut (Spencer and Spencer) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:112-113) pada alur model seperti gambar diatas maka:
Karakteristik pribadi yang mencakup perangai, konsep dan pengetahuan memprediksi tindakan-tindakan perilaku keterampilan, yang pada gilirannya akan memprediksi prestasi kerja. Selanjurnya jika kita lihat arah pada gambar tersebut bahwa bagi organisasi yang tidak memilih, mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk karyawannya, jangan harap terjadi perbaikan dan produktivitas, profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.
2.1.1.2 Kategori Kompetensi
Menurut Spencer and Spencer yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma (2003:113) bahwa : “kompetensi dapat dibagi 2 (dua) kategori yaitu (threshold) dan (differentiating) menurut kriteria yang digunakan memprediksi kinerja suatu pekerjaan”.
Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan “Differentiating competencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.
Adapun menurut Sybll K. Romley (2008) berkaitan dengan kompetensi mengatakan:
Most authorities recognize that competencies generally fall into two categories—hard measures and soft measures.
Hard measures are more clearly definable and straight‐forward—they are the make‐or‐break requirements for being able to do a job. They are usually listed in job descriptions as requirements or desired qualifications—academic achievement, professional certifications and licenses, years of experience, technical knowledge, et cetera. Speaking a language, typing 50 words per minute and holding a master’s degree are examples.
Soft measures are the more subtle behaviors revealed in certain circumstances that often make the difference between success and failure—attitude, leadership, communication, cultural fit, interpersonal effectiveness, et cetera. They are the reason why someone with the right academic qualifications might not succeed in a position.
They are often deeply ingrained in a company’s culture and provide a way of measuring what happens when individuals operate in the real world, where “the rubber meets the road.” Properly established soft measures provide the foundation for a company’s performance management program.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditejemahkan sebagai berikut:
Kebanyakan pengarang mengakui bahwa kompetensi umumnya terbagi dalam dua kategori hard (keras) dan soft (halus). Tindakan keras lebih jelas didefinisikan dan lurus ke depan, mereka adalah membuat atau melanggar persyaratan untuk mampu melakukan pekerjaan. Mereka biasanya tercantum dalam uraian tugas sebagai persyaratan atau kualifikasi yang diinginkan prestasi akademik, sertifikasi dan lisensi professional, tahun pengalaman, pengetahuan teknis, dan sebagainya. Berbicara bahasa, mengetik 50 kata per menit dan program magister adalah contoh.
Tindakan halus, langkah-langkah perilaku yang lebih halus dinyatakan dalam keadaan tertentu yang sering membuat perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan sikap, leadership, komunikasi, kecocokan/kebiasan dengan pekerjaan, keefektifan hubungan pegaawai dll. Mereka adalah alasan mengapa seseorang dengan kualifikasi akademik yang tepat mungkin tidak berhasil dalam posisi.
Sedangkan menurut Banowati Talim (2003) kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill. Hardskill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, softskill menunjukkan intuisi, kepekaan SDM; social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM,; mental skill menunjukkan ketahanan mental SDM. Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis kompetensi.
Tahapan dalam Peningkatan Kompetensi
Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) menurut Surya Dharma (2002:18) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi :
- Recognition; suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat berjalan dari pengalaman simulasi tersebut.
- Understanding; intruksi kasus termasuk modeling perilaku tentang apa itu kopetensi dan bagaimana penerapan kopetensi tersebut.
- Assesment; umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya hubungan antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal.
- Feedback; suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
- Job Application agar dapat menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata.
Beberapa Kompetensi yang dibutuhkan untuk Masa Depan
Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan kita hadapi. Dari pemikiran Mitrani, Palziel dan Fitt (Dharma, 2002:18) dapat diindentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer, dan karyawan.
- Tingkat Eksekutif. Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi tentang :
- Strategic thinking (pemikiran Stategis), adalah kompetensi untuk melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mendefinisikan “strategic response” secara optimal.
- Change leadership (kepemimpinan perubahan), aspek change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada pegawai.
- Relationship management ( manajemen hubungan), adalah kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan negara lain. Kerjasama dengan negra lain sangat dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi.
- Tingkat Manajer. Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi seperti :
- Fleksibilitas (keluwesan) adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial.
- Interpersonal understanding (saling pengertian antar pribadi) adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia.
- Empowering, aspek empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi informasi, penyampaian ide-ide oleh bawahan, mengembangkan pe-ngembangan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, mengatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
- Tingkat karyawan. Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti:
- Fleksibilitas/keluwesan adalah kemapuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang mengembirakan ketimbang sebagai ancaman.
- Kompetensi menggunakan dan mencari berita.
- Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu; kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.
Manfaat Kompetensi
Menurut Prihadi (2004:14-16) manfaat kompetensi adalah:
1. Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya maka ia dapat diprediksikan akan sukses.
2. Merekrut karyawan yang andal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kopentensi apa saja yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru
3. Dasar Penilaian dan Pengembangan karyawan Indentifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan training?, dengan coaching?. Ataukah perlu dimutasikan kebagian lain?.
- Dasar penentuan pelatihan
- Untuk penilaian kerja dan kompetensi.
Bagaimana Mengembangkan Sistem Kompetensi
Dengan merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah diungkapkan Spencer and Spencer (1994) atau mengacu pada The Competency Handbook, volume 1&2 (Boston: Linkage, 1994&1995), ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini :
- Indentifikasi pekerjaan atau posisi-posisi kunci yang akan dibuat kompetensi medelnya.
- Lakukan analisis lebih jauh mengenai proses kerja penting (misal cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab) pada posisi-posisi kunci tersebut.
- Lakukan survei mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan (required competencies) dengan bercermin pada star performer atau input.
- Dari semua masukan yang ada, buatlah daftar tentang jenis-jenis kompetensi apa saja yang diperlukan pada posisi tertentu.
- Uraian makna dari setiap kenis kompetensi yang telah dituliskan (hal ini untuk menyamakan persepsi mengenai suatu jenis kompetensi). Misalnya jika dilakukan kompetensi analisis data, sampai sejauh mana analisis data yang dimaksud.
- Tentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3(sedang), 4 (baik), 5(sangat baik) atau memakai skala B(Basic), I(Intermediate), A(Advence) atau E(Expert).
- Buatlah penjelasan dari suatu jenis kompetensi dalam skala yang telah dibuat. Misalnya : Kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi basic-nya : maupun menulis memo dan surat; intermediate: mempu menulis laporan dengan analisis minimal; adveance: menulis laporan disetai analisis mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; expert: menuliskan laporan yang berisi pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit.
Uji kembali setiap daftar kompetensi yang telah dibuat, agar dapat diaplikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Faustino Cardoso Gomes (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.
Kesipahada, 2009. Manajemen Berbasis Kompetensi. http://psikologiindustri-kesipahada.blogspot.com/2009/02/manajemen-sdm-berbasis-kompetensi.html
Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.
Robbin, (1994). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.
Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.
Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows, Alfabeta, Bandung.
Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.
Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta.
Sybll K. Romley (2008). Competency Management. Spectrum.
Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Winardi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia, Grafiti, Jakarta.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian No. 46 A Tahun 2003 tentang Kompetensi Pegawai.