Archive for the ‘artikel mj’ Category

PENGARUH PRODUCT ASSORTMENT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DI YOGYA DEPT. STORE CIKAMPEK

Februari 22, 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peningkatan taraf hidup masyarakat dan perkembangan zaman telah mempengaruhi banyak hal, salah satunya gaya hidup dan kebutuhan yang semakin meningkat dan beragam. Masyarakat Indonesia dewasa ini, khususnya yang tinggal di daerah perkotaan merupakan konsumen yang berpikiran relatif maju. Mereka dihadapkan dengan bermacam-macam tawaran barang dan jasa sehingga mereka akan selalu memilih barang dan jasa yang terbaik sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan mereka. Perubahan zaman juga membuat terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam dunia bisnis. Saat ini konsumen lebih memiliki kekuasan yang menentukan di dalam dunia bisnis, sehingga konsumen lebih bebas memilih produk yang akan dikonsumsinya dan pada siapa mereka membeli produk tersebut. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas barang barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide. Jadi produk itu bukan hanya berbentuk sesuatu yang berwujud saja, seperti makanan, pakaian, dan sebagainya, akan tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud seperti pelayanan jasa. Semua diperuntukkan bagi pemuasan kebutuhan dan keinginan (need and wants) dari konsumen. Konsumen tidak hanya membeli produk sekedar memuaskan kebutuhan (need), akan tetapi juga bertujuan memuaskan keinginan (wants). Misalnya membeli bentuk sepatu, gaya, warna, merek, dan harga yang menimbulkan/mengangkat prestise. Menurut Buchari Alma (2000) “Apabila seseorang membutuhkan suatu produk, maka terbayang lebih dahulu ialah manfaat produk, setelah itu baru mempertimbangkan faktor-faktor lain di luar manfaat. Faktor-faktor itulah yang membuat konsumen mengambil keputusan membeli atau tidak”. Suatu tantangan paling besar dihadapi oleh setiap perusahaan adalah masalah pengembangan produk. Pengembangan produk dapat dilakukan oleh personalia dalam perusahaan dengan cara mengembangkan produk yang sudah ada. Dan dapat pula menyewa para peneliti guna menciptakan produk baru dengan model-model yang sesuai. Perusahaan yang tidak mengadakan atau tidak mampu menciptakan produk baru akan menghadapi resiko seperti penurunan volume penjualan, karena munculnya pesaing yang lebih kreatif, adanya perubahan selera konsumen, munculnya teknologi baru dalam proses produksi. PT. Yogya Dept. Store Cikampek yang berlokasi di Jalan Ahamad Yani Cikampek merupakan salah satu perusahaan retailer yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari, baik makanan dan minuman. PT. Yogya menyediakan produk yang cukup banyak dan beragam sehingga konsumen dapat memilih produk sesuai dengan keinginannya, sesuai dengan Motto Yogya “Pilihan Keluarga Bijak”. Penting bagi retailer untuk menjadikan produk yang beranekaragam karena adanya kecenderungan dalam diri konsumen yang menghendaki barang-barang yang beragam, sehingga dengan bermacam-macam produk yang disediakan diharapkan dapat memberikan dorongan dan pilihan bagi konsumen untuk membeli produk yang saling melengkapi dalam berbelanja. Penyediaan keragaman produk (produk assortment) yang baik tidak hanya akan menarik minat tetapi dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk berbelanja. Hal ini memungkinkan mereka menjadi pelanggan yang setia dan pada akhirnya dapat mencapai sasaran dan tujuan perusahaan. Saat ini terdapat banyak pusat perbelanjaan dan toko-toko eceran di Indonesia. Demikian pula halnya di wilayah Kota Cikampek dan sekitarnya banyak bermunculan Shopping Center, Supermarkets, dan Toserba. Diantaranya Superindo, Pojok Busana, Alpha Midi, dan Indo Mart. Hal ini tersebut tentu saja menyebabkan persaingan diantara toko-toko eceran yang ada karena konsumen menjadi banyak pilihan tempat-tempat berbelanja, sehingga para retailer tersebut harus bersaing dalam memperebutkan konsumen serta mempertahankan konsumen yang telah ada. Salah satu yang dapat dilakukan oleh para retailer untuk menghadapi persaingan tersebut adalah dengan melakukan strategi pemasaran. Dalam melakukan strategi pemasaran, retailer harus mengetahui dan memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumennya. Oleh sebab itu perusahaan dituntut untuk bersikap “Consumer Oriented” yaitu melakukan kegiatannya dengan berfokus pada kebutuhan konsumennya. Hal tersebut disebabkan karena pasar penjual telah bergeser menjadi pasar pembeli dimana konsumen mempunyai pengaruh besar dalam menentukan terjadinya pembelian. Oleh karena itu perusahaan hendaknya mengetahui perilaku konsumen, apa yang mereka inginkan dan sukai menjadi penting bagi perusahaan dalam menentukan strategi yang akan dikembangkan. Pihak pemasaran harus menyadari adanya kecenderungan konsumen untuk melakukan kegiatan berbelanja pada satu tempat tertentu yang menyediakan berbagai jenis barang/jasa yang mereka butuhkan. Hal tersebut ditandai dengan munculnya beberapa tempat belanja yang menyediakan berbagai macam keperluan konsumen dalam satu lokasi yang nyaman dan memudahkan mereka untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan. Perkembangan pola beli konsumen yang menginginkan suatu pasar yang dirasakan lebih nyaman dan dan lebih lengkap menjadi titik lahirnya pasar modern, selain gaya hidup masyarakat yang cenderung memilih keleluasaan dan kecepatan dalam membeli serta berubahnya status sosial mereka yang akan berpengaruh besar terhadap pola belanjanya. Pasar modern saat ini telah menjadi salah satu pilihan utama bagi konsumen untuk berbelanja, karena dirasakan paling mendekati keinginan konsumen serta memberikan beberapa keunggulan antara lain: 1. Keberadaan suatu toko yang nyaman. 2. Penataan terhadap produk berdasarkan jenisnya akan memudahkan bagi konsumen dalam mencari barang yang dibutuhkan. 3. Sistem swalayan membuat konsumen merasa lebih bebas menentukan barang tanpa perlu bergantung pada pramuniaga. 4. Penggunaan teknologi menjadikan belanja lebih mudah dan cepat. 5. Waktu belanja lebih leluasa karena pasar modern mempunyai jam kerja yang lebih panjang daripada pasar tradisional. (http://www.kompas.com) Dengan melihat peluang pasar tersebut, maka telah hadir Yogya Dept. Store di tengah masyarakat Cikampek yang letaknya sangat strategis yaitu di Jl. Ahmad Yani Cikampek. Namun demikian pesaing Yogya Dept. Store di Cikampek tidak sedikit, seperti Alfa Midi, Indo Mart, dan Superindo Cikampek. Berdasarkan fenomena di atas, maka perusahaan harus memiliki strategi perusahaan yang jitu, sehingga dapat menarik konsumen untuk berbelanja ke Yogya Dept. Store. Fenomena tersebut sangat menarik penulis merasa perlu untuk mengetahui bagaimana mereka melakukan proses keputusan pembelian konsumen yang meliputi; pengenalan masalah, pencarian informasi, pemilihan alternative dan memutuskan pembelian serta evaluasi pasca pembelian akan produk atau pelayanan di Yogya Dept. Store Cikampek. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan seorang konsumen untuk bisa memutuskan apakah dia mau membeli barang atau jasa atau tidak, antara lain: mungkin karena pelayanan yang dilakukan oleh para karyawan tokonya itu sangat baik, mungkin karena display toko yang menarik perhatian, atau juga mungkin karena ada suatu proses komunikasi yang memberitahukan kepada calon pembeli ini untuk membeli di perusahaan tertentu saja, dan masih banyak lagi berbagai alasan yang dapat menentukan seseorang mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk meneliti salah satu faktor yang dapat menentukan seseorang agar mau membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Faktor yang penulis pilih untuk dijadikan kajian penelitian adalah kelengkapan produk. Semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling dasar yaitu jenis format ritel untuk memperoleh keuntungan yang bersaing dan dapat menopang keseluruhan rencana kerja ritel tersebut. Komponen yang paling kritis menurut Utami (2008:165) dalam keputusan ini adalah menentukan kelengkapan barang dagangan yang akan ditawarkan pada pelanggan. Keputusan tentang barang dagangan terhambat oleh keterbatasan dana yang tersedia untuk diinvestasikan dalam barang dagangan dan keterbatasan ruang yang tersedia dalam toko. Sebelum pelaksanaan penelitiaan ini, peneliti melakukan observasi lapangan dan dapat di temukan beberapa masalah seperti: tidak adanya keterlibatan produk, kurangnya pengetahuan konsumen akan produk dan jasa perusahaan, kurangnya penyampaian pesan perusahaan pada media masa, tidak adanya pembicaraan langsung antara perusahaan dan konsumen. Kemudian dapat di kemukakan pula data kuantitatif mengenai jumlah konsumen yang berbelanja ke Yogya Dept. Store periode Oktober s/d Desember tahun 2010, seperti yang ada pada table 1.1 di bawah ini: Table 1.1 Jumlah Konsumen Yogya Dept. Store Nopember – Desember 2010 No Bulan Jumlah konsumen Persentase ( % ) 1 Oktober 650 31.55 2 Nopember 570 27.67 3 Desember 840 40.78 Jumlah 2060 100.00 Sumber : Yogya Dept. Store Cikampek 2010 Dari table 1.1 tersebut menunjukkan bahwa pengunjung Yogya berfluktuatif dari bulan Oktober s.d. Desember 2010. Pengunjung tertinggi pada bulan Desember sebesar , pada bulan Nopember 40.78%, sedangkan terendah pada bulan Nopember sebesar mengalami penurunan 21.67%. Dengan berbagai masalah yang di temukan, perinsip-perinsip teori yang telah dikemukakan dan data kuantitatif yang mendukung pada kelengkapan produk tersebut telah jelas merupakan topik yang menarik untuk di teliti lebih lanjut dan sangat mempengaruhi terhadap keptusan pembelian di Yogya Dept. Sotre Cikampek. Di mana kepuusan pembelian konsumen merupakan suatu respon atau tanggapan positif dari pelanggan terhadap suatu perusahaan atas produk dan jasa yang di hasilkan perusahaan, dan dalam hal ini pengulangan dan rutinitas untuk melakukan pembelanjaan di Yogya Dept. Store. Adapun masalah yang menjadi tidak loyalnya konsumen di Yogya Dept. Store tersebut di karenakan: 1. Harga yang di tawarkan lebih tinggi di bandingkan dengan perusahaan lain. 2. Kurangnya pelayanan yang di berikan kepada konsumen. 3. Kurangnya pengetahuan tentang produk dan jasa yang di tawarkan oleh perusahaan. Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh dengan melakukan penelitian yang berjudul: “PENGARUH PRODUCT ASSORTMENT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DI YOGYA DEPT. STORE CIKAMPEK” 1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Pada era persaingan modern yang berkembang seperti sekarang ini kebutuhan berbelanja sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seperti yang telah di jelaskan sebelunnya, peneliti menemukan berbagai masalah yang terjadi dalam perusahaan seperti; kurangnya kejelasan pesan yang di sampaikan perusahaan kepada konsumen, kurangnya penyampaian pesan perusahaan kepada media masa, dan kurangnya kesiapan menerima layanan perawatan. Untuk itu perusahaan akan lebih baik jika memperhatikan kelengkapan produk. Kelengkapan produk harus lebih hati-hati. Ide dan pemikiran tidak hanya difokuskan pada jenis barang namun juga fasilitas pendukung maupun pelayanan yang menyertainya. 1.2.2 Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti mencoba merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tanggapan responden mengenai kelengkapan produk di Yogya Dept. Store Cikampek. 2. Bagaimana proses keputusan pembelian konsumen di Yogya Dept. Store Cikampek. 3. Seberapa besar pengaruh kelengkapan produk terhadap keputusan pembelian konsumen di Yogya Dept. Store Cikampek. 1.3 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan, khususnya tentang kelengkapan produk di Yogya Dept. Store Cikampek yang selanjutnya untuk bahan analisis data. Serta tujuan di lakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Tanggapan responden mengenai kelengkapan produk di Yogya Dept. Store Cikampek. 2. Proses keputusan pembelian konsumen di Yogya Dept. Store Cikampek. 3. Pengaruh kelengkapan produk terhadap keputusan pembelian konsumen di Yogya Dept. Store Cikampek. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dan bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna baik secara akademis maupun praktis, seperti: • Kegunaan secara akademis: a. Diharapkan menjadi bahan refisian acuan yang bermanfaat bagi pengkajian dan penelitian yang sejenis, sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang pemasaran khususnya mengenai kelengkapan produk terhadap keputusan pembelian konsumen. b. Pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan kerja serta institusi pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan masukan guna salah satu evaluasi terhadap kurikulum yang berlaku. • Kegunaan Praktis: 1. Bagi Penulis  Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis khususnya mengenai kelengkapan produk sekaligus untuk memperdalam pengetahuan dalam bidang manajemen pemasaran pada umumnya.  Penelitian ini di harapkan dapat menambah masukan dan pengalaman penulis dalam mengaplikasikan atau mempraktekkan ilmu yang telah di dapatnya. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan di dalam pengambilan keputusan khususnya tentang kelengkapan produk dan keputusan pembelian di Yogya Dept. Store Cikampek. 3. Bagi Pihak Lain Sebagi referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membacanya, terutama mengenai kelengkapan produk dan keputusan pembelian konsumen. 1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah di Yogya Dept. Store Cikampek Jalan Ahmad Yani Nomor 200, sedangkan waktu penelitian yang penulis lakukan dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan April 2011.

Point of Purchase Display Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Mei 24, 2010

Saat ini pasar telah dipenuhi oleh berbagai macam produk. Produsen harus dapat meyakinkan pelanggan untuk memilih produk yang ditawarkan. Trend Self-service dan self-selection yang diciptakan oleh Distro di kota Bandung membuat para pelaku bisnis distro menyadari perlunya mengkomunikasikan produknya kepada pelanggan.

Menurut Kotler (2000:520) retailing didefinisikan:

Retailing includes all the activities involved in selling goods or services directly to final consumers for their personal non business use”.

Dari definisi di atas penulis dapat beranggapan bahwa penjualan eceran adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, bukan bisnis.

Ragam produk yang dijual di distro adalah berbagai jenis produk pakaian, dari pakaian anak, remaja, bahkan pakaian dewasa.

Dalam hal ini loyalitas pelanggan paling minim, karena biasanya pelanggan tidak membutuhkan banyak pertimbangan saat melakukan pembelian dan ada kecenderungan untuk mencoba produk baru.

Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, membujuk dan meyakinkan. Promosi bersifat membujuk serta mempengaruhi sikap konsumen agar tertarik, berkeinginan untuk mencoba, hingga akhirnya menggunakan produk yang dipromosikannya. Menurut Kotler yang dialih bahasakan oleh Ancella Anitawati Hermawan (2002:643) pengelompokan promosi adalah:

  1. Advertising

Yaitu bentuk penyajian non personal dari promosi ide, barang dan jasa oleh sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

  1. Sales promotion

Yaitu intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau melakukan pembelian produk atau jasa.

  1. Personal selling

Yaitu interaksi langsung antara satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan penjualan. Personal selling merupakan alat promosi yang tepat untuk menanamkan pilihan pembeli, keyakinan pembeli dan tindakan pembeli.

  1. Direct marketing

Yaitu penggunaan surat, telepon, dan alat penghubung non personal lainnya untuk berkomunikasikan dengan atau mendapat respon dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.

  1. Public relation

Yaitu berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau untuk melindungi citra perusahaan atau produk individualnya.

“Promosi penjualan merupakan salah satu jenis komunikasi yang sering dipakai oleh pemasar. Sebagai salah satu elemen bauran promosi, promosi penjualan merupakan unsure penting dalam kegiatan promosi produk”, (Sutisna, 2003:229). Sebagai salah satu bentuk aktivitas sales promotion, diplay dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu produk dengan cara memanjang beragam produk yang akan dijual lewat penyajian menarik. Menurut Buchari Alma (2002:189), mengidentifikasikan display sebagai berikut:

“Display adalah keinginan membeli sesuatu, yang tidak didorong oleh seseorang tapi didorong oleh daya tarik, atau oleh penglihatan ataupun oleh perasaan lain”.

Berdasarkan definisi diatas, dapat diambil inti dari pengertian display, yaitu diplay merupakan suatu usaha dari penempatan produk yang akan dijual dekat atau pada titik penjualan, untuk menarik perhatian konsumen agar para pembeli mudah mengamati, memeriksa dan memilih barang-barang tersebut dan akhirnya melakukan pembelian.

Display dibedakan menjadi exterior display, window display, interior display. Interior display adalah display yang ditempatkan dalam ruangan dengan maksud untuk meningkatkan penjualan sekaligus memberikan kemudahan berbelanja bagi pelanggan. Menurut Terence A. Shimp (2003:321) interior display terbagi atas assortment display, display point of purchase, dan fashion display. Point of Purchase Display disediakan oleh produsen untuk mempromosikan produknya ditempat penjualan retailer. Point of Purchase Display dapat digunakan untuk menarik perhatian pelanggan, memberikan informasi mengenai suatu produk, menimbulkan minat dan keinginan pelanggan untuk melakukan keputusan pembelian.

Terence A. Shimp (2003:323) mengemukakan Point of Purchase Display memiliki beberapa unsure yang terdapat didalam suatu promosi. Unsur-unsur tersebut yaitu:

  1. 1. Mobile display

Daya tarik produk yang memberikan keterangan mengenai produk yang berada dibawahnya.

  1. 2. Cut Case Display

Daya tarik yang dipajang sehingga memudahkan konsumen untuk melihat dan menyentuh produk secara langsung.

  1. 3. Rack display

Daya tarik produk yang dipajang pada rak.

  1. 4. Floor display

Daya tarik produk yang dipajang dalam bentuk yang bermacam-macam dan biasa ditempatkan di lantai.

  1. 5. Shelf display

Daya tarik produk yang dipajang dalam posisi yang agak menonjol keluar dari display.

Dalam melakukan kegiatan pemasaran perusahaan harus memahami sikap konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Point of Purchase Display yang baik diharapkan mampu menimbulkan stimulus yang mempengaruhi pelanggan di dalam mengambil suatu keputusan produk mana yang akan dipilihnya dan memutuskan untuk melakukan pembelian. Definisi keputusan pembelian menurut Kotler yang di alih berdasarkan Ancela Anitawati Hermawan (2000:29) adalah sebagai berikut:

“Keputusan pembelian adalah suatu proses yang diambil seseorang menyangkut kepastian untuk membeli atau tudaknya suatu produk tertentu”.

Setiap produsen yang melakukan bentuk promosi apapun di Swalayan tentu berusaha untuk dapat menyita perhatian konsumen. Produsen dapat engkomunikasikan produknya melalui retailer kepada pelanggan dalam bentuk Point of Purchase Display. Point of Purchase Display yang menarik dapat menggugah rasa ingintahu konsumen akan suatu produk, menggoda konsumen untuk mencoba suatu produk, bahkan menimbulkan keinginan untuk dapat memiliki produk yang dipromosikan.

Suatu produk yang didukung oleh Point of Purchase Display mempunyai posisi yang lebih kuat dalam mempengaruhi konsumen didlam memilih produk yang akan dibeli. Bila seorang konsumen tertari untuk melihat suatu produk, maka terbuka kemungkinan terbentuk keinginannya untuk melakukan pembelian atas produk yang dipromosikan. Menurut Terence A. Shimp (2000:334) mengemukakan bahwa:

“produsen bergantung pada display merchandise untuk membantu terjadinya atau terealisasinya penjualan akhir”.

KINERJA PEGAWAI

Maret 29, 2010

Kinerja Pegawai

Pengertian Kinerja Pegawai

Pada dasarnya seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya diharapkan untuk menunjukkan suatu performance yang terbaik yang bisa ditunjukkan oleh pegawai tersebut, selain itu performance yang ditunjukan oleh seorang pegawai tentu saja dipengaruhi oleh berbagai fakor yang penting artinya bagi peningkatan hasil kerja yang menjadi tujuan dari organisasi atau instansi dimana pegawai tersebut bekerja.

Performance atau kinerja ini perlu diukur oleh pimpinan agar dapat diketahui sampai sejauhmana perkembangan kinerja dari seorang pegawai pada khususnya dan organisasi pada umumnya.

Pengertian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan” (2004:67), yang menyatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

Pengertian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh Prawirosentono dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan (1999:2), yang menyatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Pendapat lain mengenai definisi kinerja yang diberikan oleh Veithzal Rivai (2005:15), sebagai berikut:

Kinerja pegawai adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai baik perserorangan maupun kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.

Pengukuran Kinerja Pegawai

Ada beberapa pengukuran kinerja pegawai menurut Gomes (2003 : 134)  adalah sebagai berikut :

Indikator-indikator kinerja pegawai, sebagai berikut :

  1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
  2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
  3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
  4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
  5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).
  6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
  7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
  8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

Sedangkan menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti (2001:51), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:

  1. Prom Quality of  Work (Kualitas Kerja)
  2. Promptness (Ketepatan Waktu)
  3. Initiative (Inisiatif)
  4. Capability (Kemampuan)
  5. Communication (Komunikasi)

Kalau ukuran pencapaian kinerja sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam mengukur kinerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat oleh periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan tingkat kinerja dari seorang pegawai.

Secara ringkasnya dapatlah dikatakan bahwa pengukuran tentang kinerja pegawai tergantung kepada jenis pekerjaanya dan tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:16-17) adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakanmodal utama individu manusia untu mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

  1. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan pada Perusahaan

Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan antar perusahaan akan semakin tinggi dan salah satu kunci sukses untuk memenangkan persaingan adalah kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, perusahaan akan dituntut untuk dapat lebih selektif dalam memilih SDM yang mampu menunjukkan kinerja yang baik.

Menurut  Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan:

“Kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”.

Dari penjelasan tersebut berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif.

Betapa pentingnya kinerja bagi perusahaan sehingga pengembangan karyawan berbasis kompetensi merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi merupakan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja.

Pengolahan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian karyawan atau peningkatan kompetensi memberikan kesempatan pada karyawan untuk dapat menikatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju apabila kompetensi diberikan secara tepat dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki oleh karyawan diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja meningkat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan maka hal ini akan mempertimbangkan adanya kecenderungan semangat kerja yang tinggi dan juga meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan.

Jadi jelaslah bahwa kompetensi, dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara keduanya. Disatu pihak kompentensi dapat meningkatkan kinerja. Sehingga pengembangan kompetensi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Faustino Cardoso Gomes (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.

Kesipahada, 2009. Manajemen Berbasis Kompetensi. http://psikologiindustri-kesipahada.blogspot.com/2009/02/manajemen-sdm-berbasis-kompetensi.html

Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.

Robbin, (1994). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.

Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta.

Sybll K. Romley (2008). Competency Management. Spectrum.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Winardi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia, Grafiti, Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian No. 46 A Tahun 2003 tentang Kompetensi Pegawai.

KOMPETENSI

Maret 29, 2010

Kompetensi

Setiap organisasi, private atau public perlu membangun sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki secara profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. SDM yang berkompetensi tinggi akan menjadi pusat keunggulan organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi dalam memasuki era globalisasi dan menghadapi lingkungan usaha serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan begitu cepat.

Peran SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu, nilai-nilai (values) baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.

Pengertian Kompetensi

Organisasi di masa depan akan dibentuk di sekeliling manusia. Maka lebih sedikit penekanan pada tugas-tugas sebagai satuan untuk membangun organisasi. Hal ini berarti akan dipusatkan pada kompetensi manusia. Jika manusia digunakan sebagai pembangunan organisasi, maka apa yang mereka bawa ke pekerjaan yaitu kompetensi menjadi sangat penting.

Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang diberikan oleh jenis-jenis organisasi baru, diperlukan  bentuk manajemen sumber daya manusia yang lebih terpadu, yang didasarkan pada pengertian yang jelas mengenai kompetensi yang diperlukan agar peran ( dibandingkan dari pekerjaan atau tugas ) manajemen yang demikian memerlukan gambaran yang lebih tajam tentang kekuatan dan kelemahan yang sesungguhnya dari orang-orang dibanding dengan latar belakang pengertian-pengertian ini:

Menurut Alain Mitrani yang diterjemahkan oleh Dadi Pakar (1995 :21), Kompetensi adalah:

“sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil”.

Menurut Alain D. Mitrani, Spencer and Spencer yang dialih bahasakan oleh Surya Dharma ( 2005: 109 ) mengemukakan kompetensi yaitu :

(An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situantion). Artinya kurang lebih sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya.

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A Tahun 2003. (2004:47) tentang pengertian Kompetensi adalah :

“kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas  jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya profesional, efektif dan efisien”.

Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underying characteristic” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti  kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya mem-prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian keperibadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif.

Ketidak sesuaian dalam kompetensi-kompetensi inilah yang membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas dan kompetensi intimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau pedoman dalam pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning), penilaian kerja (performance apprsial) dan pengembangan (development).

Sedangkan menurut M. Lyle Spencer and M. Signe Spencer, Mitrani et, al yang dikutip oleh Syaiful F. Prihadi (2004: 92-94) terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu :

1. “Motives”, adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan.

2. “Traits“, adalah karakteristik fisik dan respons-respons konsisten terhadap situasi atau informasi.

3. “Self – Concept”, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

4. ”Knowledge”, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kopetensi yang kompleks.

5. ”Skill”, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental.

Sedangkan Menurut (Spencer and Spencer ) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:111) :

Self-concept (Konsep diri), trait (watak/sifat) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deepre) dan berbeda pada titik sentral keperibadian seseorang.

Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (Skill Competencies) cenderung lebih nyata ( visible ) dan relatip berbeda di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.

Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir sebab akibat (seperti terlihat dalam gambar 2.2) yang menunjukan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang kemudian memprakirakan kinerja kompetensi mencakup niat, tindakan dan hasil akhir. Misalnya, motivasi untuk berprestasi, keinginan kuat untuk berbuat lebih baik dari pada ukuran baku yang berlaku dan untuk mencapai hasil yang maksimal, menunjukan kemungkinan adanya perilaku kewiraswastaan, penentuan tujuan, bertanggung jawab atas hasil akhir dan pengambilan resiko yang diperhitungkan.

Perilaku
Karakteristik pribadi

Niat  Hasil Akhir

Prestasi Kerja

Ketrampilan

a.  Motif

b. Perangai                                     Keterampilan

c.  Konsep

d. Pengetahuan

Contoh: Dorongan Prestasi

Produk

Layanan

Dan Proses Baru

Dorongan

Prestasi

Melakukannya dengan lebih baik

a.kompetensi dengan ukuran baku keunggulan

b. prestasi unik

Pengambilan resiko

penuh

Inovasi
Peningkatan yang berkesinam-bungan
Penentuan tujuan, Tanggung jawab pribadi, Pemanfaatan

Umpan balik,

Mutu

Produktivitas Penjualan

Pendapatan

GAMBAR 2.2

Metode Alir Sebab-Akibat Kemampuan

Sumber : Spencer and Spencer, yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma 2003, F.Syaiful Prihadi (2004:96).

Menurut (Spencer and Spencer) yang dikutip oleh Surya Dharma (2003:112-113) pada alur model seperti gambar diatas maka:

Karakteristik pribadi yang mencakup perangai, konsep dan pengetahuan memprediksi tindakan-tindakan perilaku keterampilan, yang pada gilirannya akan memprediksi prestasi kerja. Selanjurnya jika kita lihat arah pada gambar tersebut bahwa bagi organisasi yang tidak memilih, mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk karyawannya, jangan harap terjadi perbaikan dan produktivitas, profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.

2.1.1.2 Kategori Kompetensi

Menurut Spencer and Spencer yang dialihbahasakan oleh Surya Dharma (2003:113) bahwa : “kompetensi dapat dibagi 2 (dua) kategori yaitu (threshold) dan (differentiating) menurut kriteria yang digunakan memprediksi kinerja suatu pekerjaan”.

Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan “Differentiating competencies” adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.

Adapun menurut Sybll K. Romley (2008) berkaitan dengan kompetensi mengatakan:

Most authorities recognize that competencies generally fall into two categories—hard measures and soft measures.

Hard measures are more clearly definable and straightforward—they are the makeorbreak requirements for being able to do a job. They are usually listed in job descriptions as requirements or desired qualifications—academic achievement, professional certifications and licenses, years of experience, technical knowledge, et cetera. Speaking a language, typing 50 words per minute and holding a master’s degree are examples.

Soft measures are the more subtle behaviors revealed in certain circumstances that often make the difference between success and failure—attitude, leadership, communication, cultural fit, interpersonal effectiveness, et cetera. They are the reason why someone with the right academic qualifications might not succeed in a position.

They are often deeply ingrained in a company’s culture and provide a way of measuring what happens when individuals operate in the real world, where “the rubber meets the road.” Properly established soft measures provide the foundation for a company’s performance management program.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditejemahkan sebagai berikut:

Kebanyakan pengarang mengakui bahwa kompetensi umumnya terbagi dalam dua kategori hard (keras) dan soft (halus). Tindakan keras lebih jelas didefinisikan dan lurus ke depan, mereka adalah membuat atau melanggar persyaratan untuk mampu melakukan pekerjaan. Mereka biasanya tercantum dalam uraian tugas sebagai persyaratan atau kualifikasi yang diinginkan prestasi akademik, sertifikasi dan lisensi professional, tahun pengalaman, pengetahuan teknis, dan sebagainya. Berbicara bahasa, mengetik 50 kata per menit dan program magister adalah contoh.

Tindakan halus, langkah-langkah perilaku yang lebih halus dinyatakan dalam keadaan tertentu yang sering membuat perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan sikap, leadership, komunikasi, kecocokan/kebiasan dengan pekerjaan, keefektifan hubungan pegaawai dll. Mereka adalah alasan mengapa seseorang dengan kualifikasi akademik yang tepat mungkin tidak berhasil dalam posisi.

Sedangkan menurut Banowati Talim (2003) kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill. Hardskill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, softskill menunjukkan intuisi, kepekaan SDM; social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM,; mental skill menunjukkan ketahanan mental SDM. Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis kompetensi.

Tahapan dalam Peningkatan Kompetensi

Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) menurut Surya Dharma (2002:18) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi :

  1. Recognition; suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat berjalan dari pengalaman simulasi tersebut.
  2. Understanding; intruksi kasus termasuk modeling perilaku tentang apa itu kopetensi dan bagaimana penerapan kopetensi tersebut.
  3. Assesment; umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya hubungan antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal.
  4. Feedback; suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
  5. Job Application agar dapat menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata.

Beberapa Kompetensi yang dibutuhkan untuk Masa Depan

Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan kita hadapi. Dari pemikiran Mitrani, Palziel dan Fitt (Dharma, 2002:18) dapat diindentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer, dan karyawan.

  1. Tingkat Eksekutif. Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi tentang :
    1. Strategic thinking (pemikiran Stategis), adalah kompetensi untuk melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat  mendefinisikan “strategic response” secara optimal.
    2. Change leadership (kepemimpinan perubahan), aspek change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada pegawai.
    3. Relationship management ( manajemen hubungan), adalah kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan negara lain. Kerjasama dengan negra lain sangat dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi.
    4. Tingkat Manajer. Pada tingkat manajer paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi seperti :
      1. Fleksibilitas (keluwesan) adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial.
      2. Interpersonal understanding (saling pengertian antar pribadi) adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia.
      3. Empowering, aspek empowering (pemberdayaan) adalah kemampuan berbagi informasi, penyampaian ide-ide oleh bawahan, mengembangkan pe-ngembangan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, mengatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja.
    5. Tingkat karyawan. Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti:
      1. Fleksibilitas/keluwesan adalah kemapuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang mengembirakan ketimbang sebagai ancaman.
      2. Kompetensi menggunakan dan mencari berita.
      3. Motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu; kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.

Manfaat Kompetensi

Menurut Prihadi (2004:14-16) manfaat kompetensi adalah:

1. Prediktor kesuksesan kerja. Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya maka ia dapat diprediksikan akan sukses.

2. Merekrut karyawan yang andal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kopentensi apa saja yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru

3. Dasar Penilaian dan Pengembangan karyawan Indentifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan training?, dengan coaching?. Ataukah perlu dimutasikan kebagian lain?.

  1. Dasar penentuan pelatihan
  2. Untuk penilaian kerja dan kompetensi.

Bagaimana Mengembangkan Sistem Kompetensi

Dengan merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah diungkapkan Spencer and Spencer (1994) atau mengacu pada The Competency Handbook, volume 1&2 (Boston: Linkage, 1994&1995), ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini :

  1. Indentifikasi pekerjaan atau posisi-posisi kunci yang akan dibuat kompetensi medelnya.
  2. Lakukan analisis lebih jauh mengenai proses kerja penting (misal cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab) pada posisi-posisi kunci tersebut.
  3. Lakukan survei mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan (required competencies) dengan bercermin pada star performer atau input.
  4. Dari semua masukan yang ada, buatlah daftar tentang jenis-jenis kompetensi apa saja yang diperlukan pada posisi tertentu.
  5. Uraian makna dari setiap kenis kompetensi yang telah dituliskan (hal ini untuk menyamakan persepsi mengenai suatu jenis kompetensi). Misalnya jika dilakukan kompetensi analisis data, sampai sejauh mana analisis data yang dimaksud.
  6. Tentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3(sedang), 4 (baik), 5(sangat baik) atau memakai skala B(Basic), I(Intermediate), A(Advence) atau E(Expert).
  7. Buatlah penjelasan dari suatu jenis kompetensi dalam skala yang telah dibuat. Misalnya : Kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi basic-­nya : maupun menulis memo dan surat; intermediate: mempu menulis laporan dengan analisis minimal; adveance: menulis laporan disetai analisis mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; expert: menuliskan laporan yang berisi pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit.

Uji kembali setiap daftar kompetensi yang telah dibuat, agar dapat diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Faustino Cardoso Gomes (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.

Kesipahada, 2009. Manajemen Berbasis Kompetensi. http://psikologiindustri-kesipahada.blogspot.com/2009/02/manajemen-sdm-berbasis-kompetensi.html

Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.

Robbin, (1994). Teori Organisasi, Arcan, Jakarta.

Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.

Suryadi Perwiro Sentono (2001). Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh, Bumi Aksara, Jakarta.

Sybll K. Romley (2008). Competency Management. Spectrum.

Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Winardi (2004) Manajemen Sumber Daya Manusia, Grafiti, Jakarta.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian No. 46 A Tahun 2003 tentang Kompetensi Pegawai.

Atribut produk terhadap keputusan pembelian

Maret 5, 2010

Aktivitas pemasaran dari suatu perusahaan merupakan usaha yang secara langsung dilakukan untuk mencapai, menginformasikan, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produk-produknya. Untuk maksud tersebut perusahaan pada umumnya melaksanakan suatu program pemasaran yang tertuang dalam bauran pemasaran.

Bauran pemasaran menurut Buchari Alma (2004:205) terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Dari keempat faktor tersebut produk menduduki urutan yang terpenting dalam suatu bauran pemasaran. Karena suatu produk yang tidak sebaik produk saingan tidak akan berhasil bagaimanapun baiknya faktor penunjang lainnya. Untuk itu suatu perusahaan harus memperhatikan produk dengan faktor penunjang produk yang tercermin dalam atribut produk.

Pengertian atribut produk menurut Fandy Tjiptono (1997:103) “Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dianggap penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.”

Sedangkan unsur-unsur atribut produk menurut Fandy Tjiptono (1997:231) terdiri dari

  1. Merek
  2. Harga
  3. Desain
  4. Jaminan
  5. Kualitas
  6. Pelayanan produk

Atribut yang dimiliki oleh suatu produk harus berbeda dengan produk lain agar konsumen dapat membedakan produk kita dengan produk pesaing. Unsur-unsur atribut produk tersebut harus mampu untuk menjadi suatu daya tarik  bagi konsumen dan merupakan suatu faktor yang dianggap penting oleh konsumen untuk membuat keputusan pembelian.

Para pemasar harus memahami berbagai pengaruh terhadap pembelian dan pengembangan pemahaman bagaimana seseorang membuat suatu keputusan pembelian.

Pengertian keputusan pembelian yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk yang dialih bahasakan oleh Zoelkifli Kasip (2004:493-507), adalah sebagai berikut

Keputusan pembelian adalah seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih. Dengan kata lain pilihan alternative harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara melakukan pembelian atau tidak melakukan pembelian, orang tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan.

Selanjutnya seorang konsumen akan melewati lima tahap dalam proses keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk yang dialih bahasakan oleh Zoelkifli Kasip (2004:493-507), sebagai berikut

  1. Pengenalan masalah

Pengenalan masalah mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan  suatu masalah. Dikalangan konsumen, ada dua gaya pengenalan masalah/kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang             baru dapat menggerakan proses kebutuhan.

  1. Pencarian informasi

Pencarian informasi dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi  yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini.

  1. Evaluasi alternatif

Ketika menilai berbagai alternative potensial, para konsumen cenderung menggunakan dua macam informasi, (1) serangkaian merek yang diminati  dan (2) kriteria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap merek.

  1. Keputusan pembelian

Ketika konsumen membeli suatu produk untuk pertama kalinya dengan jumlah yang sedikit, pembelian ini dianggap suatu percobaan. Jadi percobaan merupakan tahap keputusan pembelian yang bersifat penjajagan dimana konsumen akan menilai produk tersebut secara langsung, yang selanjutnya akan berlangsung ketahap pembelian ulangan, dan pembelian jangka panjang.

  1. Perilaku setelah pembelian

Tingkat analisis setelah pembelian yang dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam memakai produk tersebut. Jika produk tersebut berfungsi sesuai dengan harapan, mereka mungkin akan membelinya lagi. Tetapi, jika kineja produk mengecewakan atau tidak memenuhi harapan, mereka akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai.

Apabila konsumen merasa puas terhadap produk melalui atribut produk yang membentuknya maka konsumen akan setia terhadap produk, sehingga konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang sama.

Keterkaitan antara atribut produk dengan keputusan pembelian yaitu menurut Sutisna (2003:6), Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu sebagai berikut :

  1. Konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen.
  2. Lingkungan yang mempengaruhi konsumen, maksudnya adalah pilihan-pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya.
  3. Stimuli pemasaran atau disebut juga dengan strategi pemasaran.

Sesuai dengan penjabaran tersebut dapat dilihat bahwa pemilihan atribut yang tepat dalam suatu produk akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat digambarkan paradigma penelitian sebagai berikut:

Hubungan Antara Kualitas Produk Terhadap Sikap Konsumen

November 5, 2009

Menurut Fandy Tjiptono (2000:54) Kualitas produk mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap konsumen, dimana kualitas produk memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.

Kualitas superior yang dihasilkan perusahaan dan pansga pasar yang dimiliki besar, maka profitabilitasnya terjamin. Jadi, kualitas dan profitability berkaitan erat. Perusahaan yang menawarkan barang atau jasa berkualitas superior pasti dapat mengalahjan pesaingnya yang menghasilkan kualitas interior.

Hubungan kualitas produk yang diterapkan oleh perusahaan erat kaitannya dengan keputusan pembelian konsumen. Kualitas produk yang diberikan perusahaan harus sesuai dengan jenis produk dan kondisi perusahaan, karena kesalahan dalam melakukan sistem pemasaran yang diberikan kepada konsumen dapat menurunkan tingkat keputusan pembelian konsumen, bahkan dapat berdampak pada image yang kurang baik bagi perusahaan dan memberi peluang pada pesaing untuk masuk serta membuka kemungkinan konsumen akan beralih pada perusahaan pesaing.

Meskipun produk yang dihasilkan perusahaan telah sesuai dengan yang diharapkan konsumen, tetapi tanpa ditunjang dengan kualitas produk yang baik dan benar maka akan mengakibatkan ketidakberhasilan dalam memenuhi keputusan pembelian konsumen. Perusahaan harus memperhatikan masalah produk dengan sebaik mungkin, karena kualitas produk yang baik dan benar dapat memelihara hubungan yang baik antara perusahaan dengan konsumen.

Pengaruh kompetensi dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Perusahaan

Oktober 9, 2009

Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan antar perusahaan akan semakin tinggi dan salah satu kunci sukses untuk memenangkan persaingan adalah kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, perusahaan akan dituntut untuk dapat lebih selektif dalam memilih SDM yang mampu menunjukkan kinerja yang baik.

Menurut  Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan:

“Kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”.

Sedangkan Winardi (2004:31) berkaitan dengan motivasi dan kinerja mengatakan:

“apabila motivasi rendah, maka kinerja para karyawan akan menyusut seakan-akan kemampuan mereka rendah”.

Dari penjelasan tersebut berarti kompetensi dan motivasi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif. Demikian pula bila motivasi kerja karyawan tinggi maka akan meningkatkan kinerja.

Betapa pentingnya kinerja bagi perusahaan sehingga pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan motivasi kerja merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan motivasi kerja merupakan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja.

Pengolahan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian karyawan atau peningkatan kompetensi dan pemberian motivasi juga memberikan kesempatan pada karyawan untuk dapat menikatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju apabila kompetensi dan motivasi diberikan secara tepat dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki oleh karyawan diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja menikat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan maka hal ini akan mempertimbangkan adanya kecenderungan semangat kerja yang tinggi  dan juga meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan.

Jadi jelaslah bahwa kompetensi, motivasi kerja dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiganya. Disatu pihak kompentensi dan motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja. Sehingga pengembangan kompetensi dan motivasi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi Kerja Pegawai

Oktober 9, 2009

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, pegawai merupakan asset perusahaan yang sangat berguna bagi kepentingan manajemen dalam menjalankan operasionalisasi dan aktivitas perusahaan. Pegawai selaku sumber daya manusia harus diperhatikan dalam berbagai segi karena tanpa kehadiran sumber daya manusia tidak mungkin roda perusahaan berjalan dengan lancar. Sumber daya manusia memegang peranan penting untuk dapat meraih tujuan perusahaan.

Berkaitan dengan kompensasi Hasibuan (2006:118) menyatakan kompensasi adalah: semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Lebih lanjut Sikula Andrew J. yang diterjemahkan oleh A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:83), mengatakan kompensasi adalah pemberian upah yang merupakan imbalan, pembayaran untuk pelayanan yang telah diberikan oleh pegawai.

Uang merupakan faktor yang kuat dalam memberikan motivasi kerja pada pegawai. Namun konsistensi dari pendapatan, keamanan serta kekuatan kerja sama pentingnya. Kesulitan terletak pada hal yang menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu agar dapat menghasilkan kinerja yang baik.

Proses imbalan atau kompensasi merupakan satu jalinan berbagai sub proses yang kompak dengan maksud untuk memberikan balas jasa pada pegawai bagi pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi mereka agar mencapai tingkat prestasi yang diinginkan.

Dalam motivasi materi yang dibahas adalah bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi pegawai agar mau bekerja sama secara produktif agar dapat mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi berhubungan dengan arah perilaku dan kekuatan respons setelah pegawai memilih melakukan suatu tindakan tertentu dan ketahanan dari perilaku pegawai.

Menurut American Encyclodeia seperti yang dialihbahasakan oleh Malayu S.P. Hasibuan (2006:143), adalah:

“Motivasi adalah pemberian daya penggerak dan menciptakan suatu kondisi yang dapat mendorong kemauan kerja seseorang, sehingga ia mampu bekerja dengan efektif dan terintegrasi untuk mencapai tujuan”.

Menurut Moekijat (2002:143), menyatakan bahwa:

“Motivasi adalah pengaruh, suatu kekuatan yang menimbulkan sesuatu”.

Pemberian motivasi pegawai merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh manajer dalam suatu perusahaan untuk mendapatkan hasil yang optimal pada pegawai itu sendiri dalam melakukan pekerjaan kearah pencapaian suatu tujuan.

Marwansyah dan Mukaram  (2000 : 151), menyatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan dalam menilai motivasi pegawai adalah :

1.  Pemimpin yang kompeten, adil dan makmur

2.  Penghargaan atas hasil kerja

3.  Kondisi kerja

4.  Hubungan kerja

5.  Pengembangan diri

6.  Tanggung jawab

7.  Pernentun kompensasi

8.  Jenis pekerjaan

9.  Persaingan kerja

10.Promosi jabatan

Sedangkan Husein Umar (2005:38-39), mengatakan bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama (teori dua faktor) yang merupakan kebutuhan, yaitu:

  1. Faktor pemeliharaan

Merupakan faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memeperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsng terus-menerus.

  1. Faktor-faktor motivasi

Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan.

Lebih lanjut teori dua faktor dari Frederick Hezberg ini sering pula disebut dengan konsep Higiene, yang mencakup:

1. Isi Pekerjaan

a. Prestasi

b. Pengakuan

c. Pekerjaan itu sendiri

d. Tanggung jawab

e. Pengembangan potensi individu

2. Faktor Higienis

a. Gaji dan upah

b. Kondisi kerja

c. Kebijakan dan administrasi perusahaan

d. Hubungan antar pribadi

e. Kualitas supervise

Dari konsep Higiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan pekerjaan bagi pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbangan antara kedua faktor ini.

Pada hakekatnya semua manusia dalam hidupnya selalu ingin memenuhi segala kebutuhannya, baik kebutuhan yang bersifat materi maupun kebutuhan yang bersifat non materi. Bagi organisasi yang mempunyai pendorong kesannya tentu akan memikirkan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan yang diperlukan setiap pegawai tersebut. Salah satu cara yang tepat bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu dengan cara memberikan kompensasi yang layak dan adil sebagai penghargaan yang diberikan perusahaan kepada pegawainya.

Kemudian dengan pemberian kompensasi tersebut perusahaan mengharapkan adanya rasa timbal balik dari pegawai tersebut untuk bekerja dengan prestasi yang baik.

Malayu S.P. Hasibuan (2006:125), menyatakan bahwa:

“Kompensasi yang diterapkan dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi diketahui terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Jika perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka motivasi karyawan akan lebih baik”.

Diyakini bahwa kompensasi akan memotivasi kerja pegawai, mengurangi perputaran tenaga kerja, mengurangi kemangkiran dan menarik pencari kerja yang berkualitas kedalam perusahaan, oleh karena itu kompensasi dapat dipakai sebagai dorongan atau motives pada suatu tingkat perilaku dan prestasi serta dorongan pemilihan perusahaan sebagai tempat bekerja.

Menurut Marihot Tua Efendi (2002), menyatakan bahwa indicator yang dapat dijadikan dalam menilai kompensasi adalah :

  1. Gaji

Balas jasa yang dibayarkan secara periodic kepada pegawai tetap serta jaminan yang pasti dengan maksud gaji tetap dibayar walaupun pegawai tersebut tidak masuk kerja.

  1. Insentif

Tambahan kompensasi diluar gaji dan upah diberikan oleh perusahaan.

  1. Fasilitas

Kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada pegawai sebagai penunjang kelancaran untuk bekerja dan memotivasi pegawai untuk lebih semangat bekerja.

  1. Tunjangan

Kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua pegawai dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai.

Daftar Pustaka

Sirait, 2006. Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Malayu S.P. Hasibuan, 2006. Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: PT. Haji Masagung.

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moekijat, 2002. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju.

Husein Umar, 2005. Metode Penelitian Skrispsi, Thesis, Disertasi untuk Bidang Ekonomi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sugiyono, 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto, 2004. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

HUBUNGAN STRESS KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN

Oktober 3, 2009

Tujuan yang dicapai perusahaan tidak akan terlepas dari peran dan adil setiap karyawan yang menjadi penggerak kehidupan organisasi, sehingga sudah selayaknya peran  dari pimpinan para  manajer perusahaan untuk dapat memahami kondisi para karyawannya, apabila karyawan terdapat beban masalah yang dapat menghambat kinerja perusahaan maka secepatnya pimpinan dapat mengurangi dan menyelesaikan beban karyawan tersebut, terutama mengenai stresss kerja yang semestinya harus dikelola dengan penuh berkesinambungan supaya tidak menghambat jalannya kinerja perusahaan. Adapun definisi mengenai stresss kerja adalah sebagai berikut :

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:201) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia menyatakan “Stress kerja adalah kondisi ketergantungan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stresss menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis”.

Veithzal Rivai (2004:15) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, menyatakan bahwa :

Stress adalah suatu kondisi ketergantungan yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi proses berpikir dan kondisi seorang karyawan, stresss terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stresss kerja merupakan segala sesuatu yang dialami oleh karyawan yang dimana mereka ada ketidak  seimbangan diantara fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi proses dan kondisi karyawan, sehingga orang yang mengalami stresss kerja menjadi nervous. Oleh karena itu penanganan stresss kerja harus dilakukan dengan baik dan berkesinambungan dengan, dan pimpinan harus cepat tanggap terhadap hal tersebut, karena akan berdampak pada kinerja perusahaan.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (2008:301) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menyatakan bahwa pada dasarnya berbagai sumber stresss kerja digolongkan menjadi dua bagian diantaranya :

Dalam pekerjaan ialah beban kerja wewenang yang tidak seimbang ketidak jelasan tugas lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, rekan kerja yang tidak menyenagkan, sedangkan dari luar pekerjaan kekuatiran financial kehidupan keluarga yang tidak harmonis dan perilaku negatif anak.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki  derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup untuk mengerjakan sesuatu pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Adapun beberapa definisi kinerja karyawan menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut :

Menurut Bernardin dan Russel dialih bahasakan oleh Achmad S. Ruky (2006:15) dalam bukunya yang berjudul Sistem Manajemen Kinerja menyatakan “Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu”.

Sedangkan menurut Andrew F.Sikula dalam  Anwar Prabu (2007”69) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia menyatakan “Penelitian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan”.

Dari kedua  definisi di atas bahwa kinerja karyawan mempunyai peran yang sangat besar terhadap kelangsungan jalannya hidup suatu organisasi, sehingga potensi yang menjadi keunggulan karyawan tersebut harus pula dikembangkan kearah yang lebih berguna mencapai tujuan yang optimal.

Keith Davis dialih bahasakan oleh Anwar Prabu (2007:67) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut :

  1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan Reality (knowledge+skill) artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

  1. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang mengerakkan dari pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Tujuan kerja).

Adapun untuk mengukur kinerja menurut Gomes (2003 : 134)  adalah sebagai berikut :

Indikator-indikator kinerja pegawai, sebagai berikut :

  1. 1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
  2. 2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
  3. 3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
  4. 4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
  5. 5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).
  6. 6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
  7. 7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
  8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

Sedangkan menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti (2001:51), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:

  1. a. Prom Quality of  Work (Kualitas Kerja)
  2. b. Promptness (Ketepatan Waktu)
  3. c. Initiative (Inisiatif)
  4. d. Capability (Kemampuan)
  5. Communication (Komunikasi)

Kalau ukuran pencapaian kinerja sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam mengukur kinerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat oleh periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan tingkat kinerja dari seorang pegawai.

Secara ringkasnya dapatlah dikatakan bahwa pengukuran tentang kinerja pegawai tergantung kepada jenis pekerjaanya dan tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Berdasarkan definisi para ahli di atas mengenai stresss kerja dan kinerja, maka dapat dilihat bahwa pengelolaan stresss yang dilakukan oleh perusahaan akan selalu mempunyai hubungan dengan kinerja pada setiap karyawan. Sehingga, apabila perusahaan mampu mengelola stresss kerja dengan baik, maka kinerjanya dari karyawan akan meningkat sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan, karena kinerja tersebut merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Daftar Pustaka

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung. Remaja Rosdakarya.

Malayu S.P. Hasibuan, 2006, Manajemen Sumber daya Manusia, Jakarta. PT. Haji Masagung.

Moekijat, 2002, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Bandung. Mandar Maju.

Sondang P. Siagian, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Sugiyono, 2006, Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.

Suharsimi Arikunto, 2004. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Veitzal Rivai, 2004. Manajenen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Sekilas Bank

Mei 7, 2009

2.1.1 Bank

2.1.1.1 Pengertian Bank

Perbankan, khususnya bank umum, merupakan inti dari sistem keuangan setiap Negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun program untuk menyiapkan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian bank adalah sebagai berikut :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Sedangkan menurut Thomas Suyatno, dkk (1999:1) yang dimaksud dengan pengertian bank adalah sebagai berikut :

“Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, siap memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain”

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diketahui bahwa bank merupakan sebuah industri yang bergerak di bidang jasa yang dalam hal ini adalah sebagai lembaga perantara antara kreditur dan debitur. Sebagai lembaga keuangan, bank merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perusahaan, badan-badan pemerintah maupun swasta, serta masyarakat umum secara perorangan. Pihak-pihak tersebut banyak melakukan hubungan dengan bank, untuk menggunakan fasilitas-fasilitas pelayanan yang diberikan oleh bank seperti menyimpan dana dan menggunakan jasa keuangan lainnya, dan juga untuk mendapatkan kredit yang digunakan untuk berbagai kepentingan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

2.1.1.2 Fungsi Bank

Thomas Suyatno, dkk (1999:2) mengatakan bahwa perbankan, khususnya bank-bank komersial (bank umum), mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah :

“Bank-bank komersial (umum), mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah pemberian jasa-jasa yang semakin luas, meliputi pelayanan dalam mekanisme pembayaran (transfer of funds), menerima tabungan, memberikan kredit, pelayanan dalam fasilitas pembiayaan perdagangan luar negeri, penyimpanan barang-barang berharga, dan trust service (jasa-jasa yang diberikan dalam bentuk pengaman-pengamanan harta milik)”

Fungsi bank menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Sedangkan menurut Zulakarnain Sitompul  fungsi bank sangat krusial bagi perekonoiman suatu negara. Oleh karena itu, keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panics. Kepercayaan masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus. http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/peran-dan-fungsi-bank_artikel.pdf

Dari pendapat tersebut di atas fungsi bank dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Menghimpun dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (financial investment).
  2. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang.
  3. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan, misalnya menghindari resiko hilang, kebakaran, dan lain-lain.
  4. Menciptakan kredit (created money deposit) yaitu dengan cara menciptakan demand deposit (deposito yang sewaktu-waktu dapat/ boleh diuangkan) dari kelebihan cadangannya (exces reserves)”

2.1.1.3 Jenis-jenis Bank

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa jenis Bank berdasarkan fungsinya terdiri dari:

  1. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah Indonesia, banhkan keluar negeri (cabang). Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).

  1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum.

Sedangkan menurut Kasmir. (2000:34-38) jenis bank dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain:

  1. Dilihat dari Segi Fungsinya sebagaimana UU Pokok Perbankan nomor 7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi denan keluarnya Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari
    1. Bank Umum
    2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
  2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya terdiri dari:
  1. Bank miliki pemerintah, contoh: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan bank miliki pemerintah daerah tingkat I dan II masing-masing propinsi; BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, dan BPD lainnya.
  2. Bank milik swasta nasional, antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Bumi Putra, Bank Danamon, Bank Duta, Bank Lippo, Bank Nusa Internasional, Bank Niaga, Bank Universal, Bank Internasional Indonesia.
  3. Bank milik koperasi, seperti: Bank Umum Koperasi Indonesia
  4. Bank milik asing, antara lain: ABN Amro Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, European Asian Bank, Hongkong Bank, Standard Charter Bank, Chase Manhattan Bank
  5. Bank milik campuran; kepemilikian saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Contoh: Sumitomo Niaga Bank, Bank Merincorp, Bank Sakura Swadarma, Bank Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacifik Bank, Paribas BBD Indonesia, Ing Bank, Sanwa Indonesia Bank, Bank PDFCI.
  1. Dilihat dari Segi Status; dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat maka bank umum dapat dibagi ke dalam 2 macam.
    1. Bank devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso ke luar negeri, traveller cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya.
    2. Bank non devisa; merupakan bank yang berlum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devvisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.

4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga, terbagi dalam dua kelompok

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional

b. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah.

2.1.1.4 Bank Sentral (Central Bank)

Ditinjau dari segi fungsinya, salah satu jenis perbankan yang paling utama dan paling penting adalah Bank Sentral (central bank). Bank sentral disetiap negara hanya ada satu dan mempunyai cabang hampir ditiap propinsi. Fungsi utama Bank Sentral menurut Kasmir (2005:205) adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengankeuangan di suatu negara secara luas. Tugas Bank Sentral di Indonesia dipegang oleh Bank Indonesia (BI).

1. Tujuan Bank Indonesia

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Tujuan+Dan+Tugas+BI/

Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

2. Tugas-tugas Bank Indonesia

Menurut Kasmir (2005:208-210) secara garis besar ada tiga tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang:

a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya.

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada:

– Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang rupiah maupun valas

– Penetapan tingkat diskonto

– Penetapan cadangan wajib minimum

– Pengaturan kredit atau pembiayaan.

c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendaan jangka pendek bank yang bersangkutan.

d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.

e. Mengelola cadangan devisa.

f. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro.

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang;

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

b. Mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya.

c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran,

d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang Rupiah maupun Asing.

e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

f. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.

g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

3) Mengatur dan mengawasi bank

Dalam hal mengatur dan mengawasi Bank Indonesia berwenang:

a. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-hatian.

b. Memberikan dan mencabut izin usaha bank.

c. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank.

d. Memberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.

e. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.

f. Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

h. Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atua seluruh kegiatn transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan pidana dibidang perbankan.

i. Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank.

j. Mengambil tindakan terhadap suatu bank sebagaimana diatur dalam undang-undnag tentang perbankan yang berlaku pabila menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan perekonomian nasional.

k. Tugas mengawasi bank akan diakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.

2.1.1.5 Kebijakan Pembatasan Setoran  Uang terhadap Likuiditas Perbankan di wilayah kerja Bank Indonesia

Dalam rangka menjaga dan mengatur sistem pembayaran seperti yang tertuang dalam Bab V Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 tahun 1999, Bank Indonesia menetapkan kebijakan pembatasan setoran uang dalam bentuk, melakukan uji coba kegiatan penyetoran dan pengambilan uang di kantor Bank Indonesia. Adapun tujuan dari penyusunan pedoman  tersebut adalah dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, dengan mendorong Perbankan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan manajemen kas yang lebih efektif serta berperan aktif dalam hal penyediaan uang yang masih layak edar dengan tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan operasional kas Perbankan.

Saat ini pelaksanaan uji coba telah mencapai tahap IV. Adapun perubahan materi yang diatur dalam pelaksanaan uji coba kegiatan penyetoran dan pengambilan uang di kantor Bank Indonesia menurut Perubahan Atas Pedoman Uji Coba  Tahap IV (2007: 3) adalah sebagai berikut:

1. Penyampaian Posisi Long, Posisi Short dan Posisi Square

2. Permintaan Pengambilan Uang oleh Bank

3. Penetapan Kebijakan Penyetoran Uang yang Masih Layak Edar (ULE)

Dalam perubahan Pedoman ini yang dimaksud dengan:

a. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang asing.

b. Pihak lain adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Bank berdasarkan suatu perjanjian untuk mewakili Bank dalam melakukan kegiatan penyetoran dan pengambilan uang di Bank Indonesia.

c. Posisi Long adalah suatu kondisi dimana Bank Indonesia mengalami kelebihan likuiditas uang kartal yang masih layak edar (ULE) dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.

d. Posisi Short adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kekurangan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.

e. Posisi Square adalah suatu kondisi dimana bank tidak mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.

f. Posisi Net-Long adalah suatu kondisi dimana posisi Long lebih besar dibandingkan dengan posisi Short untuk pecahan tertentu pada hari kerja yang sama.

g. Posisi Net-Short adalah suatu kondisi dimana Posisi Short lebih besar dibandingkan dengan Posisi Long untuk pecahan tertentu pada hari kerja yang sama.

h. Keadaan memaksa (force majeur) adalah peristiwa yang secara langsung atu tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan sebagaimana diatur dalam “Pedoman Uji Coba Kegiatan Penyetoran dan Pengambilan Uang di Bank Indonesia oleh Bank atau Pihak Lain yang ditunjuk oleh Bank”, yang terjadi di luar kemampuan Bank atau/ atau Kantor Pusat Bank Indonesia untuk mengatasinya, antara lain bencana alam, huru-hara, pemberontakan, perang, waktu kerja diperpendek, gangguang jaringan listrik, gangguan jaringan internet dan atau peraturan pemerintah mengenai keadaan bahaya, perubahan kebijakan pemerintah serta adanya penarikan uang secara besar-besaran oleh nasabah Bank-Bank.

2.1.1.6 Sumber Dana Bank

Dana bank adalah semua utang dan modal yang tercantum pada neraca bank sisi pasiva yang dapat digunakan sebagai modal operasional bank dalam rangka kegiatan penyaluran atau penempatan dana. Kegiatan penyaluran atau penempatan dana tersebut dapat berupa pemberian kredit kepada masyarakat, pembelian surat-surat berharga dalam rangka memperkuat likuiditas bank, penyataan ke badan-badan lain maupun penempatan sebagai alat likuid.

Dana bank berasal dari berbagai sumber, menurut Mudradjad Kuncoro (2001:152) diantaranya adalah :

  1. Dana sendiri (dalam pihak pertama)
  2. Dana Pinjaman (dana pihak kedua)
  3. Dana Masyarakat (dana pihak ketiga)

Adapun penjelasan mengenai sumber dana bank tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dana Sendiri (Dana Pihak Pertama)

Sumber dana yang bersumber dari Bank itu sendiri merupakan dana modal sendiri. Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya.

Adapun perincian dana yang bersumber dari dana itu sendiri menurut Kasmir (2005:37) adalah terdiri dari:

1)      Setoran modal dari pemegang saham, yaitu dalam hal ini pemiliki saham lama dapat menyetor dana tambahan atau membeli saham yang dikeluarkan oleh perusahaan.

2)      Cadangan-cadangan bank, yaitu maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.

3)      Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu.

4)      Laba ditahan menurut Lukman Dendawijaya (2005:47) adalah laba milik pemegang saham yang diputuskan oleh mereka sendiri melalui rapat umum pemegang saham untuk tidak dibagikan sebagai deviden, tetapi dimasukkan kembali sebagai modal kerja untuk operasional bank.

2. Dana Pinjaman dari Pihak-pihak di Luar Bank (Dana Pihak-Kedua)

Sumber dana ini merupakan sumber dana tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana sendiri dan sumber dana dari masyarakat luas. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antaralain dapat diperoleh dari :

1)    Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada ank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu. Selanjutnya BLBI ini dengan diberlakukannya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia tidak akan ada lagi.

2)    Pinjaman antarabank (call money), merupakan pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.

3)    Pinjaman dari bank luar negeri, merupakan pinjaman yang diperoleh perbankan dari pihak bank luar negeri.

4)    Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), SBPU ini diterbitkan dan diperjualbelikan kepada perusahaan keuangan maupun non keuangan dengan tingkat suku bunga tertentu.

3. Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga)

Sumber dana masyarakat ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank, jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Dana ini diperoleh bank melalui simpanan  masyarakat luas.

Pengertian dana pihak ketiga pada bank seperti yang dikemukakan oleh Thomas Suyatno, dkk (1999:32) adalah :

“Dana yang berasal dari masyarakat diperoleh bank dalam bentuk pinjaman. Sedangkan dana yang berasal dari masyarakat luas adalah bentuk simpanan yang pada umumnya kita sebut sebagai giro, deposito dan tabungan. Selanjutnya menurut Ketentuan Perbankan Indonesia (IKPI) jilid II yang diterbitkan BI, sumber dana yang berasal dari masyarakat tersebut dicakup sebagai sumber dana pihak ketiga”.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pengertian simpanan  adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat luas (di luar bank)  kepada bank berdasarkan pinjaman penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Lebih jelasnya bentuk-bentuk simpanan tersebut yaitu :

1)      Giro

Simpanan pihak lain pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.

2)      Tabungan

Simpanan pihak lain pada bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disampaikan, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

3)      Deposito

Simpanan pihak lain pada bank yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu menurut perjanjian antara penyimpan dan bank yang bersangkutan.

4)      Sertifikat Deposito

Simpanan pihak lain dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

Menurut M. Faisal Abdullah (2002:35) dana pihak ketiga terdiri dari :

  1. Giro (demand Deposit)

Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro dan surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.

  1. Deposito (time deposit)

Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian.

  1. Tabungan (saving deposit)

Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu”

4. Pengelolaan Dana Bank

Menurut Iswandono SP (1994:52) yang dimaksud dengan pengelolaan bank atau disebut juga manajemen dana bank adalah sebagai berikut :

“Manajemen bank adalah bagaimana bank mengatur penggunaan dananya. Dimana hal ini disebabkan karena dana yang ada di bank sebagian besar milik orang lain (pihak ketiga). Untuk itu diperlukan kebijakan oleh bank dalam pengaturan penggunaan dana tersebut. Kebijaksanaan ini terletak pada pemeliharaan keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk memperoleh keuntungan (dengan meminjamkan uangnya kepada orang atau pihak lain atau menanamkannya dalam bentuk surat berharga) dalam bentuk tingkat bunga dengan tujuan likuiditas dan solvabilitas bank. Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan bank tersebut dalam menjamin terbayarnya utang-utang jangka pendeknya. Pengukuran tingkat likuiditas ini dilakukan dengan membandingkan antara kewajiban (utang jangka pendeknya) dengan alat-alat likuidnya”.

Cara-cara yang digunakan untuk menjaga likuiditas dan solvabilitas bank tersebut adalah dengan memutar kembali dana-dana yang diperoleh bank untuk ditanam atau dipergunakan oleh masyarakat yang membutuhkan dana atau oleh bank sendiri sebagai suatu penanaman dana.

Menurut Nopirin (1997:24) bahwa pengelolaan dana bank harus mencapai tujuan-tujuan tertentu yaitu:

“Dalam jangka pendek pengelolaan bank harus mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :

  1. Memenuhi cadangan minimum
  2. Pelayanan yang baik kepada langganan
  3. Strategi dalam melakukan investasi”

Selanjutnya Nopirin (1997:27) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam pengelolaan dana bank atau manajemen likuiditas bank, yaitu pengelolaan kekayaan (assets management) dan pengelolaan utang (liability management).

  1. Pengelolaan kekayaan/assets management

Pengelolaan kekayaan merupakan usaha untuk melakukan alokasi dana untuk berbagai alternative investasi, seperti misalnya untuk kas, investasi dalam surat berharga, pemberian pinjaman atau bentuk kekayaan yang lain.

  1. Pengelolaan utang/Liability Mangement

Berbeda dengan pengelolaan kekayaan (assets Management) teori ini tidak memandang bahwa sumber dana/utang bank tidak dapat dikuasai/dipengaruhi. Justru sebaliknya menurut pandangan teori ini, atas dasar target pertumbuhan kekayaan tertentu diusahakan sumber dana yang sesuai dengan target tersebut. Jadi, sumber dana mudah/dapat diperoleh/dicari. Dengan demikian bank tidak perlu mempunyai kekayaan jangka pendek yang keuntungannya juga kecil. Sebaliknya dialihkan kedalam bentuk kekayaan yang mendatangkan keuntungan lebih besar (yang biasanya jangka waktunya juga lebih panjang)”.

2.1.2 Likuiditas

Menurut Munawir S. dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan (2002:31) Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi dan kemampuan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya.

Adapun beberapa rasio yang digunakan sebagai indikator tentang likuiditas adalah sebagai berikut :

A. Current Ratio

Merupakan rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Current ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar. Rumus current ratio adalah :

Aktiva Lancar

Current ratio = ————————— X 100%

Hutang Lancar

Kemampuan perusahaan menurut standar secara umum untuk current rasio yang baik adalah sebesar 200%. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan (rule of tumb) dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.

Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan.

B. Acid Test Ratio atau Quick Ratio

Ratio ini sering juga disebut sebagai Quick ratio, merupakan rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar tanpa mengikutsertakan unsur persediaan sebagai bagian aktiva lancar. Quick ratio memberikan informasi mengenai kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar yang dimiliki kemungkinan untuk didapatkan dikonversikan dalam waktu relatif singkat.

Rumus Acid ratio / quick ratio adalah :

Cash + Effect + A/R

Quick Ratio = ——————————– X 100%

Current Liabilities

Kemampuan standarnya sebesar 100%. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relative lama untuk direalisasi sebagai uang kas, walaupun kenyatannya mungkin persediaan lebih likuid dari pada pihutang.

C. Cash Ratio

Rasio ini merupakan perbandingan antara kas dan aktiva yang paling lancar yang dapat digunakan segera dengan hutang lancar. Cash rasio memberikan informasi mengenai kemampuan kas dan aktiva yang paling lancar untuk menutup hutang lancar.

Rumus Cash Ratio adalah :

cash + Effect

Cash ratio = ———————– X 100%

Curent liabilities

Kas dan efek merupakan alat likuid yang paling dipercaya. Berdasakan tinggi cash ratio berarti jumlah uang tunai yang tersedia semakin besar sehingga pelunasan hutang pada saatnya tidak mengalami kesulitan.

Menurut surat edaran BI, bahwa ratio likuiditas adalah ratio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan dimana setiap bank harus menyediakan alat-alat likuid atau uang tunai untuk memenuhi kewajibannya yang setiap saat harus bayar (kewajiban jatuh tempo). Dari kedua komponen di atas, yaitu alat-alat likuid dan kewajiban segera yang harus dapat dimasukkan kedalam rumus sebagai berikut :

Alat Likuid

Likuiditas     = —————————-   X 100 %

Dana Pihak Ketiga

Keterangan :

Alat likuid  :

  1. Kas
  2. BI
  3. Giro Bank Lain

Dana Pihak Ketiga

1. Giro

2 . Tabungan

3. Deposito Berjangka

Current Ratio, Acid Test Ratio dan Cash Ratio tidak akan digunakan pada pembahasan masalah di sini, karena ratio likuiditas bank disesuaikan dengan ratio likuiditas yang telah ditentukan oleh BI.